Jakarta, KPonline – Sistem kerja outsourcing adalah bagian dari labour market flexibility. Gerakan buruh melawan sistem kerja seperti ini. Bahkan menjulukinya sebagai perbudakan modern.
Oleh karena itu, tidak heran jika dalam setiap kesempatan kaum buruh mendesak agar outsourcing dihapus.
Anda bisa bayangkan. Capek-capek membiayai anak sekolah, setelah lulus dan bekerja ternyata hanya berstatus outsourcing. Rentan PHK dan nyaris tanpa jaminan kesejahteraan di masa depan.
Karena itu, ketika Calon Wakil Presiden Salahuddin Uno mengatakan akan menghapus outsourcing, kita menyambut baik. Dibutuhkan komitmen politik yang kuat agar outsourcing yang merugikan buruh ini bisa dihapus.
Dalam hal ini, pernyataan Sandiaga Uno adalah pintu masuk. Untuk kemudian direalisasikan ketika kelak pasangan Prabowo-Sandi memenangi Pilpres 2019.
Bagaimanapun, pernyataan ini selaras dengan perjuangan serikat pekerja, yang sejak bertahun-tahun lalu mendesak agar outsourcing dihapus.
Saya rasa, ini bukan sekedar pencitraan. Sebab pernyataan itu adalah bagian dari aspirasi buruh Indonesia. Prabowo-Sandi menangkap aspirasi itu. Begitulah seharusnya pemimpin, mendengar dan menyesaikan keluhan rakyat.
Tidak sekedar kata-kata, bahkan dalam visi-misi Prabowo-Sandi tercantum komitment untuk menghapus outsourcing.
Dalam kesempatan lain, Prabowo – Sandi menegaskan akan fokus pada permasalahan ekonomi. Harga-harga melangit dan mencari kerja kian sulit.
Keluhan ini disuarakan emak-emak. Para ibu rumah tangga. Mereka lah yang merasakan benar dampak dari kenaikan harga sembako, listrik, BBM, dan lain sebagainya.
Baru-baru ini, Sandi menegaskan ‘santripreneur bisa menjadi kekuatan baru ekonomi Indonesia’.
Sebagai pengusaha yang terbukti sukses, Sandi diyakini cukup mumpuni di bidang ekonomi.
Tentu saja, kaum buruh menyambut baik komitmen Prabowo-Sandi untuk fokus pada perbaikan ekonomi. Sesuatu yang juga menjadi konsens serikat pekerja.
FSPMI pernah melakukan penelitian, bahwa outsourcing menghilangkan kepastian kerja. Seseorang yang dioutsourcing beberapa kali, kemudian sulit mendapatkan pekerjaan. Sebab pengusaha lebih senang merekrut usia muda, sedangkan buruh yang dioutsourcing semakin hari usianya terus bertambah. Kesempatan untuk mendapat pekerjaan baru terbatas ketika kontrak kerjanya habis.
Sementara itu, sebagai outsourcing, mereka sulit mendapat status sebagai karyawan tetap.
Penelitian ini juga memperlihatkan, buruh outsourcing rata-rata upahnya lebih rendah.
Mereka juga kesulitan untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Karena akan saling lempar tanggungjawab antara perusahaan penyalur dan pemberi kerja.
Ketika kemudian outsourcing dihapuskan, maka dengan sendirinya buruh akan langsung memiliki hubungan kerja dengan perusahaan pemberi kerja. Tidak ada lagi penyalur atau yayasan. Perbudakan modern bisa dihentikan.