Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, salah satu Tokoh Pendiri Partai Buruh “reborn”

Medan, KPonline – Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih memperjuangkan tanah bagi petani sejak ia berstatus mahasiswa. Anak petani itu kini memimpin Gerakan Petani Internasional (La Via Campesina) dengan lebih dari 200 juta anggota di 70 negara.

Bersama sejumlah rekannya, Henry mengusung Deklarasi Hak Asasi Manusia bagi petani sejak 2001 untuk dijadikan salah satu kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perjuangan itu memasuki titik terang dan tinggal menunggu sikap Amerika Serikat serta sejumlah negara di Eropa.

Agenda kedaulatan pangan dengan konsep agroekologi yang diperjuangkan membuat dia dikukuhkan sebagai satu di antara 50 orang yang bisa menyelamatkan bumi oleh harian Inggris The Guardian pada 2008. Ia sejajar, di antaranya, dengan politikus Al Gore dan aktor Leonardo DiCaprio, pilihan anggota panel yang terdiri dari ilmuwan, sastrawan, aktivis, birokrat, politikus, pemenang Nobel, dan kolumnis internasional.

Tahun 2011, surat kabar mingguan Inggris, The Observer, menjadikan Henry sebagai salah satu di antara 20 tokoh dunia yang dianggap sebagai tokoh-tokoh yang bakal menjadi penentu agenda penyelamatan lingkungan dunia hingga beberapa tahun mendatang. Dia, antara lain, bersanding dengan Presiden Bolivia Evo Morales, Pangeran Charles, dan mantan Gubernur California Arnold Schwarzenegger.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) itu memulai segalanya dengan integritas dan strategi. Ini pula yang membuat dia terus bisa bergerak sekalipun masa Orde Baru dinilai banyak orang sebagai masa suram bagi gerakan pengorganisasian sosial. Apalagi pengorganisasian petani dengan isu reforma agraria yang kompleks. Henry menilai persoalan itu sudah dibawa pada arah yang bertentangan dengan konstitusi sejak mulanya.

Semangat melawan sistem yang semena-mena dengan tema liberalisasi pertanian itu pernah berwujud ketika Henry bersama ribuan aktivis dari sejumlah negara menduduki Hongkong pada Desember 2005. Selama sepekan, Henry beserta ribuan demonstran berupaya membatalkan pertemuan tingkat menteri Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Hal itu membuat dia dipenjara selama beberapa hari.

Perjuangan lama

Sejak mulai kuliah di Universitas Sumatera Utara (USU), Henry sudah berhadapan dengan kerasnya dunia pergerakan. Setelah aktif dalam komisariat Himpunan Mahasiswa Islam, ia aktif pada forum-forum diskusi dan berbagai lomba karya tulis ilmiah.

Hingga 1987, beragam diskusi tak memuaskan dahaganya. Apalagi setelah ia melihat kenyataan pelaksanaan proyek Nucleus Estate Smallholder Participation (NESP) Ophir yang saat itu berada di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat.

NESP Ophir adalah proyek perkebunan yang kini menjadi unit usaha di bawah PTP Nusantara VI (Persero). Usaha ini dikembangkan pemerintah dengan pola inti dan plasma.

”Kalau kata media waktu itu kan bagus, sekalipun secara teoretis sebetulnya jelek,” katanya.

Pada tahun yang sama, ia turut membela rakyat di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara, yang dirugikan PT Indorayon Utama. Hal sama dia lakukan dengan warga di seputar Sungai Asahan yang tercemar akibat pembangunan pabrik bubur kertas di Porsea. (MP)