Pelalawan, KPonline — Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riau, Satria Putra, angkat suara terkait aksi unjuk rasa para buruh yang terjadi di lingkungan kerja PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Dalam pernyataannya pada Kamis (05/06/2025), di Sekretariat DPW FSPMI yang beralamat di Jalan Mesjid Raya No. 16, Kelurahan Kerinci Kota, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau. Satria menyoroti keras praktik ketenagakerjaan yang dinilainya tidak manusiawi.
Menurut Satria, sistem ketenagakerjaan yang diterapkan di Pertamina Hulu Rokan saat ini mencerminkan bentuk nyata dari “perbudakan modern”. Ia menjelaskan bahwa praktik alih daya (outsourcing) yang dijalankan perusahaan bukan hanya mengalihfungsikan pekerjaan, melainkan juga menjadikan buruh sebagai komoditas yang diperlakukan seperti barang dagangan.
“Yang dialihdayakan bukan lagi tugas atau fungsi kerja, tetapi manusianya. Buruh dijadikan objek sewaan, diperjualbelikan secara sistemik, dan kehilangan martabatnya sebagai manusia merdeka,” ujar Satria tegas. Ia menyebut bahwa dalih efisiensi yang kerap digunakan perusahaan hanyalah topeng dari praktik eksploitasi yang sudah berlangsung terlalu lama.
Akibat dari sistem ini, ribuan pekerja tercebur dalam ketidakpastian status kerja. Mereka hidup tanpa jaminan masa depan, tanpa perlindungan yang layak, dan tanpa hak-hak dasar yang seharusnya dijamin oleh negara. Kondisi ini dinilai mengancam stabilitas sosial dan melanggengkan ketimpangan antara pemilik modal dan kaum pekerja.
Lebih lanjut, Satria menyebut bahwa banyak pekerja yang telah mengabdi bertahun-tahun, namun tetap diperlakukan sebagai ‘mitra’, bukan sebagai karyawan tetap. Mereka kehilangan hak atas tunjangan, jaminan pensiun, dan perlindungan sosial lainnya. Ironisnya, label ‘mitra kerja’ sering kali hanya menjadi tameng untuk menolak tanggung jawab terhadap kesejahteraan buruh.
“Praktik outsourcing seperti ini adalah bentuk pelecehan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Ia merampas hak asasi dan harga diri para pekerja. Manusia tidak seharusnya disewakan seperti alat produksi,” tegasnya dengan nada prihatin.
Satria pun menyerukan kepada pemerintah, DPR, dan seluruh pemangku kepentingan untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem ketenagakerjaan di sektor vital seperti energi dan migas. Ia menegaskan bahwa kesejahteraan buruh adalah fondasi utama bagi keberlanjutan industri nasional, bukan sekadar beban yang harus ditekan.