Ketika Anak Durhaka Kepada Ibunya

Bogor, KPonline – Masih ingatkah dengan legenda Malin Kundang? Atau kisah yang sejenis dan mirip-mirip dengan kisah anak yang durhaka kepada orang tuanya? Mungkin, sebagian besar dari kita, memiliki atau bisa jadi pernah mendengar kisah yang serupa tapi tak sama dengan kisah Malin Kundang.

Yup, tidak salah lagi. Kisah Malin Kundang si anak durhaka yang telah mencampakan Ibundanya dipinggir dermaga, hanya karena malu. Malu kepada istri dan mertuanya, jika mengetahui bahwa Ibundanya hanyalah seorang rakyat jelata. Padahal, jika saja Malin Kundang mau jujur pada dirinya sendiri, dan jujur kepada istri dan mertuanya, mungkin saja Malin Kundang akan bersenang-senang, hidup bahagia hingga akhir hayat.

Bacaan Lainnya

Tapi apalah mau dikata, ternyata pilihan yang telah dipilih oleh Malin Kundang malah membawa petaka. Dirinya malu, malah bersikap angkuh dan sombong, tatkala mengetahui bahwa sang Ibunda yang kere, miskin dan papa, yang menyambutnya di dermaga kapal. Pilihan yang salah, telah membuat Malin Kundang menjadi batu yang meratapi kesalahan yang telah dipilihnya.

Kembali ke masa kini, dimana kita semua sedang menjalani hidup yang fana ini. Dimana pilihan hidup selalu menjadi sesuatu hal yang pada kenyataannya, harus kita hadapi. Pilihan untuk menjadi orang yang baik atau menjadi orang yang buruk. Ke kiri atau ke kanan. Ke atas atau ke bawah. Semuanya adalah pilihan. Dan sebagai manusia yang diberikan akal dan naluri, memiliki kesempatan dalam memilih, untuk menentukan jalan hidup kita masing-masing.

Begitu pun didalam sebuah organisasi, sebuah lembaga atau apapun itu namanya. Setiap anggota organisasi merupakan “anak” dari organisasi itu sendiri. Dan sang Ibu, tidak lain dan tidak bukan adalah organisasi itu sendiri. Dari waktu ke waktu, dari masa ke masa, sang Ibu akan terus melahirkan “anak-anak” yang pada nantinya akan meneruskan jalan kehidupan, silsilah keluarga dan tentunya harga diri, harkat dan martabat keluarga. Akan tetapi, apakah semulus itu kisahnya didalam sebuah keluarga ?

Takdir didalam sebuah kehidupan memang tidak bisa kita rubah begitu saja. Akan tetapi, dalam menjalani takdir itulah sesungguhnya kehidupan yang harus kita jalani.

Seorang ibu akan melahirkan anak-anak, yang pada nantinya akan dididik dan dibesarkan hingga anak-anak tersebut menjadi orang yang hebat, atau pun orang yang terkenal. Namun, jika dikemudian hari sang anak berubah sikapnya, berubah tabiatnya, berubah karakternya, berubah cara pandang dan berpikirnya. Atau yang lebih ekstrim lagi, sang anak berubah menjadi anak yang durhaka kepada sang Ibu, apakah sang Ibu menyesal melihat itu semua?

Tidak! Sang Ibu akan kembali berkolaborasi dengan Sang Ayah, lalu mengandung, dan kemudian melahirkan anak-anak kembali dan mendidiknya. Dengan harapan tentunya, bahwa jika sudah besar nanti, anaknya tidak menjadi durhaka kembali, seperti yang sudah-sudah.

Hal itu pun sama seperti didalam sebuah organisasi atau lembaga-lembaga yang lain. Organisasi atau lembaga akan mendidik kader-kader muda belia, untuk menjadi orang-orang yang hebat atau pun menjadi orang-orang yang terkenal. Namun, organisasi akan tetap berharap, jika kader-kader yang telah didik, yang telah diajarkan dan yang telah didukung selama ini untuk menjadi kader-kader yang terbaik, untuk tetap menjadi kader-kader yang terdidik, yang baik, dan tentu saja tidak durhaka kepada organisasi.

Dan jika, kader-kader yang diharapkan oleh organisasi tersebut, tumbuh dan berkembang menjadi seperti yang tidak diharapkan, apakah organisasi menyesal telah melahirkan kader-kader yang durhaka? Jawabannya tentu saja tidak !. Organisasi akan terus melahirkan kader-kader yang terbaik, kader-kader terdidik, dan tentu saja, terus berharap, agar tidak ada kader-kader yang durhaka. (RDW)

Pos terkait