Kekhawatiran Ketua KC FSPMI Semarang Raya, Saat Buruh Bekerja Dibayangi Wabah Covid-19

Semarang, KPonline – Penyebaran virus Covid-19 sekarang ini sudah masuk dalam tahap yang mengkhawatirkan. Menurut update terbaru yang dirilis oleh www.corona.jatengprov.go.id pada hari Senin (30/3/2020) tercatat sudah 63 kasus positif Covid-19 yang ada di Jawa Tengah dengan rincian 54 orang dirawat, 7 orang meninggal dan 2 orang sembuh.

Kota Semarang sendiri menjadi daerah yang paling banyak ditemukan pasien positif Covid-19 yang dirawat. 54 kasus yang dirawat positif Covid-19 tersebut antara lain :

Bacaan Lainnya

12 orang di RSUP Dr. Kariadi Semarang
5 orang RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang
4 orang di RSUD Dr. R. Goeteng T Purbalingga
3 orang di RSUD Banyumas
3 orang di RSUD Tidar Kota Magelang
2 orang di RSUD Dr. Moewardi Solo
2 orang di RSU Telogorejo Semarang
2 orang di RSUD Prof. Dr. Margono Banyumas
1 orang di RS Tugurejo Semarang
1 orang di RSUD Setjonegoro Wonosobo
1 orang di RSUD Kraton Pekalongan
1 orang di RSUD Dr. Soediran MS Wonogiri
1 orang di RSUD Cilacap
1 orang di RS Hermina Banyumas
1 orang di RSU dr. Soedjono Magelang
12 orang Isolasi Mandiri (RSUP Dr. Kariadi Semarang)
1 orang Isolasi Mandiri (RS Tugurejo Semarang) dan
1 orang Isolasi Mandiri(RSU Telogorejo Semarang)

Melihat banyaknya peningkatan kasus positif Covid-19 tersebut. Mau gak mau membuat Sumartono selaku Ketua KC FSPMI Semarang Raya khawatir juga terhadap nasib pekerja yang masih terus saja bekerja di tengah wabah Covid-19. Ia menganggap Pemerintah tidak tegas dalam mengatasi pandemi Covid-19 atau Corona.

“Pemerintah tidak tegas dalam atasi Corona, banyak fasilitas umum yang ditutup, pasar pasar yang menjadi sumber ekonomi rakyat kecil mulai di tutup, derap langkah dan semangat membara untuk menyambut maklumat KAPOLRI mulai di lakukan di penjuru negeri oleh aparat negara (polisi). Mereka terus melakukan sosialisasi untuk menghindari kerumunan masa bahkan ketika ada kerumunan masa polisi dapat membubarkan atau ambil tindakan tegas. Ancaman demi ancaman dari tindakan pencegahan sampai melakukan penindakan kurungan badan pun di perbolehkan sebagai bentuk hukuman bagi yang melanggar.” ujarnya.

“Tapi apakah pemerintah lupa bahwa para pekerja setiap hari berkerumun untuk menjalankan bisnis pengusaha. Dari masuk kerja berjejal, melakukan pekerjaan di dalam perusahaan juga selalu bersinggungan dengan pekerja yang lain dan  pulangpun masih juga berjejal di antrean absen dengan kawan kawan pekerja lainnya. Apakah kami bukan  mausia? Apakah keluarga kami juga bukan manusia? Sungguh ironis sekali keadaan ini.” lanjutnya.

Kegelisahan Sumartono mungkin memang beralasan dikarenakan para pekerja selalu mendapat perlakuan yang diskriminatif, pekerja harus tetap bekerja agar perekonomian tetap berjalan. Namun apa yang diterima oleh pekerja sering tidak sebanding dengan pertaruhan nyawa mereka. Dimana tidak ada perlindungan dan jaminan keselamatan kepada mereka ditengah wabah ini.

“Mungkin jika kami sebagai pekerja punya daya tahan tubuh yang bagus itu karena kami masih muda, mungkin virus yang bersarang ditubuh bisa jadi tidak mempan atau bisa sembuh. Akan tetapi jika kami sepulang kerja dan kemudian berkumpul dengan keluarga kami yang menunggu di rumah, apakah mereka akan kebal juga?Demi menyambung hidup, demi tidak di PHK, demi menjalankan ketidaktegasan pemerintah kami tetap bekerja walaupun  kekhawatiran setiap detik ada di dalam hati kami.” ucap Sumartono dengan khawatir.

“Semoga pemerintah lebih bijaksana dalam memikirkan bangsa ini, dan semoga kami para pekerja selalu dalam lindungan Allah SWT.” lanjutnya kemudian menutup pembicaraan. (sup)

Foto : Agus Victory

Pos terkait