Jangan Salah Persepsi Jika Guru Tuntut Kesejahteraan, Inilah Latar Belakang Hari Guru Nasional

Jakarta, KPonline – Presiden Joko Widodo (Jokowi) hadir dan memberikan sambutan di acara puncak peringatan Hari Guru Nasional dan hari ulang tahun ke-72 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Stadion Patriot Candrabhaga, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kota Bekasi, Jawa Barat pada Sabtu (2/12/2017). Kegiatan ini merupakan puncak peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI.

Hari Guru Nasional dan HUT PGRI sendiri jatuh setiap tanggal 25 November. Keputusan ini ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan tanggal 25 November, hari kelahiran PGRI, sebagai Hari Guru Nasional, yang kemudian ditegaskan melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Bacaan Lainnya

Tentu saja, kita semua bisa seperti ini tak lepas dari peran para guru. Mereka adalah orang-orang yang jasanya tiada tara.

Lalu bagaimana sejarahnya, sehingga 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional dan HUT PGRI? Mengapa PGRI juga ikut berjuang dan berada di garda depan untuk mempertahankan NKRI, memajukan pendidikan, dan membela hak serta kepentingan para guru dan buruh?

Jangan salah. Pada awalnya PGRI memang didesain sebagai organisasi perjuangan, profesi, sekaligus ketenagakerjaan. Itulah sebabnya, PGRI memiliki kedekatan dengan serikat pekerja.

Bisa kita lihat kembali. Pada awalnya organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri pada tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).

Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan penilik sekolah. Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda, mereka umumnya bertugas di sekolah desa dan sekolah rakyat angka dua.

Tidak mudah bagi PGHB memperjuangkan nasib para anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial dan latar belakang pendidikan yang berbeda. Sejalan dengan keadaan itu, di samping PGHB berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan GuruAmbachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB).

Lahir juga organisasi guru yang bercorak keagamaan, kebangsaan atau lainnya seperti Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama.

Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi terhadap pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah kepala HIS yang dulu selalu dijabat oleh orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia.

Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kemerdekaan. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka”.

Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan nama ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.

Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.

Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta. Melalui kongres ini segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama dan suku, sepakat dihapuskan.

Mereka adalah guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 – seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.

Dengan semangat pekik “merdeka” bertalu-talu, di tengah bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan.

Ditegaskan dalam Kongres tersebut, tujuan berdirinya PGRI ada tiga, yaitu: (1) Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia; (2) Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan; dan (3) Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.

Sejak Kongres Guru Indonesia itu, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Baca juga artikel lain terkait dengan PGRI:

Jangan Salah Persepsi Jika Guru Tuntut Kesejahteraan, Inilah Latar Belakang Hari Guru Nasional

“Presiden jangan hanya membungkukkan badan, penghormatan pada guru harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan…”

Hari Guru Nasional: KSPI Desak Pemerintah Perhatikan Kesejahteraan Para Guru

PGRI: Pemerintah Harus Perhatikan Guru Honorer

Pos terkait