Sejarah PGRI Sebagai Serikat Pekerja

SEJARAH PGRI SEBAGAI SERIKAT PEKERJA

Contoh baik praktek PGRI sebagai serikat Pekerja ( Bagian ketiga )

Bacaan Lainnya

Oleh Didi Suprijadi
Ketua Majelis Nasional KSPI

Jati diri PGRI adalah sebagai organisasi Profesi, Perjuangan dan Serikat Pekerja. Tulisan ini disajikan dalam rangka Hari Buruh Internasional , May day I Mei 2021.

Salah satu fungsi PGRI sebagai serikat pekerja adalah membela kepentingan anggota, dalam rangka membela anggotanya, organisasi serikat pekerja bisa melakukannya secara langsung, bisa juga secara tidak lansung.

Bentuk bentuk pembelaan terhadap anggota bisa dalam bentuk advokasi, unjuk rasa hingga unjuk kekuatan.
Pembelaan secara langsung bisa pendampingan anggota yang membutuhkan advokasi,seperti guru yang terkena kasus pidana. Begitu juga kegiatan mengkritisi,mengoreksi atau memberi saran terhadap suatu undang undang atau peraturan yang berhubungan dengan kepentingan anggota, merupakan bentuk pembelaan secara langsung. Sedangkan bentuk bentuk kegiatan secara tidak langsung bisa melalui opini publik,perdebatan publik hingga unjuk kekuatan dengan pawai akbar.

Praktek baik gerakan PGRI sebagai Serikat pekerja dalam membela anggotanya secara langsung melalui pendapingan advokasi salah satu diantaranya adalah, Kasus pembelaan Guru yang terkena masalah dalam kerja profesinya yaitu Bapak Samhudi.

Pembelaan secara langsung terhadap Bapak Samhudi merupakan salah satu contoh baik praktek PGRI sebagai serikat pekerja.

Hidup Guru, Hidup PGRI, Solidaritas Yes

“Solidaritas Yes”. Demikian teriakan dan yel yel Guru guru dalam rangka menyemangati rekan sejawatnya, Samhudi di luar kantor Pengadilan Negeri Sidoarjo Jawa Timur.

Muhammad Samhudi (46) Guru guru SMP Raden Rahmad, Kecamatan Balongbendo Sidoarjo diadukan oleh orang tua murid gara gara mencubit anaknya. Samhudi mencubit anak muridnya setelah diperintahkan untuk sholat dhuha murid tersebut tidak melaksanakan perintahnya. Orang tua murid yang tidak terima anaknya dicubit, mengadukan Samhudi ke polisi hingga menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Kamis (14/7/2016).

Samhudi itu dinilai bersalah dan melanggar pasal 80 ayat (1) Undang-undang Perlindungan Anak,hingga Samhudi dituntut pidana penjara enam bulan dengan masa percobaan selama satu tahun.

Samhudi sebagai guru swasta tidak sendirian menghadapi gugatan orang tua. Samhudi didampingi oleh rekan rekannya sesama guru baik negeri maupun swasta, baik guru sekolah maupun madrasah yang tergabung dalam organisasi PGRI.

Pengurus Kabupaten PGRI Sidoarjo dan Pengurus Provinsi PGRI Jawa Timur membela guru Samhudi dengan mengerahkan pengacara sebagai pendamping, sekaligus Massa baik sebelum persidangan dimulai maupun saat sidang berlangsung.
Aksi pembelaan dengan pengerahan massa guru guru anggota PGRI dalam kasus cubit anak didik di Sidoarjo merupakan bentuk dukungan moral,menyuarakan keprihatinan kriminalisasi terhadap guru dan solidaritas rasa kesamaan nasib sesama guru.

Aksi massa ribuan guru guru di pengadilan Negeri Sidoarjo dipimpin langsung oleh Ketua Pengurus Provinsi PGRI Jawa Timur,setelah gagal dalam proses perdamaian antara sekolah dengan orang tua murid.

Praktek baik solidaritas guru terhadap kasus Samhudi satu dari sekian banyak kasus yang melibatkan organisasi PGRI dan merupakan bagian dari PGRI sebagai organisasi serikat pekerja

*
“Jika tidak permisi, PGRI mau demo lagi”

Praktek baik gerakan PGRI lainnya, sebagai Serikat pekerja dalam membela kepentingan anggotanya secara langsung melalui unjuk rasa salah satu diantaranya adalah protes dihapuskannya Direktorat PMPTK Kemendikbud.

“Jika tidak permisi, PGRI mau demonstrasi lagi ”

Demikian kalimat yang disampaikan oleh pemimpin aksi Sulistiyo, menanggapi terbitnya PP nomor 24 tahun 2010 tentang penghapusan Dirjen PMPTK karena dianggap tidak melibatkan organisasinya yaitu PGRI.

Dalam perpres tersebut Ditjen PMPTK yang ketika pembentukannya lima tahun lalu merupakan kesepakatan bersama antara PGRI, DPR RI, dan Pemerintah (Depdiknas) akan dihapuskan. Pengelolaan guru/pendidik dan tenaga kependidikan yang selama ini menjadi fungsi ditjen tersebut rencananya dialihkan pada 1) ditjen anak Usia Dini, Nonformal, dan informal:2) ditjen Pendidikan Dasar: 3) ditjen Pendidikan Menengah.

Maka dengan dasar pemikiran di atas PGRI menolak penghapusan ditjen PMPTK.

PGRI mengusulkan dua opsi : Pertama, mempertahankan dan meningkatkan kinerja ditjen PMPTK, Kedua, membentuk Badan Nasional Guru langsung di bawah Presiden.

Penolakan dirjen PMPTK melalu aksi demo besar besaran dilakukan di Kemendikbud, Kemenag dan Gedung DPR RI. Aksi diikuti ribuan guru yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia yang tergabung dalam Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) menggelar aksi unjuk rasa secara berturut-turut selama dua hari (11-12 Mei 2010).

Para guru juga mendesak pemerintah untuk tetap membayar dana sertifikasi guru secara lancar, mendesak agar pemerintah mengangkat guru honorer yang telah memenuhi syarat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Guru juga meminta agar program Ujian Nasional (UN) ditinjau kembali.

“Kami akan mengerahkan massa yang lebih banyak jika aspirasi kami tidak didengar,” teriak seorang guru honorer dari Jakarta Selatan orasi diatas mobil komando di depan pintu Gerbang DPR/MPR Senayan.

Menurut catatan koordinator lapangan jumlah guru yang demo hari pertama Selasa,11 Mei berjumlah 28 000 orang, sedamgkan hari kedua Rabu 12 Mei berjumlah 31 500 orang, hal ini terlihat dari laporan tiap daerah yang mengirimkan anggotanya ke Jakarta.

Sulistiyo ketua umum PB PGRI sebagai penanggung jawab aksi menyatakan bahwa jangan mempermainkan guru, bila guru sudah demo tidak akan main main, bisa melumpuhkan segalanya, ungkapnya.

Sulistiyo mengatakan bahwa biaya demo berasal dari iuran anggota, begitu juga dalam aksi ini ada pembagian tugas, ada yang tetap di sekolah untuk mengajar dan ada perwakilan yang ikut aksi demo. Artinya kegiatan aksi guru ini juga tetap memperhatikan tugas guru sebagai pendidik di sekolah.

Bargaining potition salah satu sifat PGRI sebagai serikat pekerja dalam menentukan tuntutan, dalam hal penghapusan Ditjen PMPTK hasil nya sebagai berikut,

1.Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) memberikan dukungan atas perjuangan para guru melalui PGRI agar ada Badan Khusus yang menangani guru yang disampaikan oleh Ketua DPD RI di hadapan para demonstran.

Komete III DPD RI menolak keras Penghapusan Ditjen PMPTK dan meminta Ditjen itu dipertahankan dan dimaksimalkan kinerjanya.

2.Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia ( DPR RI) menerima 15 orang delegasi dan menyatakan menyesal karena Restrukturisasi itu tidak melalui pembicaraan dengan DPR RI, khususnya Komisi X, padahal Ditjen itu lahir sebagai kompromi politik antara DPR RI, Depdiknas, dan PGRI.

Oleh karena itu, Pimpinan DPR RI akan melakukan pertemuan konsultasi dengan Presiden paling lambat 2 minggu setelah Demo (tanggal 26 Mei 2010).

Pernyataan itu dinyatakan juga di hadapan para demonstran oleh Wakil Ketua DPR RI, Ketua Komisi X, dan para wakilnya.

3. Pimpinan MPR RI pada saat menerima 22 Delegasi menyatakan mendukung perjuangan PGRI agar Ditjen PMPTK dipertahankan. Kemendiknas tidak memperhatikan aspirasi PGRI sehingga PGRI akan menindaklanjuti perjuangan itu.

Akhir dari aksi tuntutan ini adalah pemerintah membatalkan penghapusan Ditjen PMPTK . PMPTK tetap ada dengan hanya mengganti nomenklaturnya saja. Saat ini direktorat yang mengurusi guru adalah Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan.

Aksi demo ribuan guru dalam menuntut menolak pengapusan Ditjen PMPTK ini merupakan salah satu bentuk praktek baik PGRI sebagai serikat pekerja.

Bersambung
Rumahhonorer ayah didi
17 Ramadhan 1442 H

Pos terkait