Cemooh saja aku
Tidak mengapa
Aku memang begini adanya
Cemooh saja aku
Tidak mengapa
Sampai lidahmu kelu
Cemooh saja aku
Tidak mengapa
Pundi rupiahku akan terus mengalir
Cemooh saja aku
Tidak mengapa
Aku semakin ternama
Cemooh saja aku
Tidak mengapa
Aku akan terus bergoyang
Cemooh saja aku
Tidak mengapa
Aku tahu dalam diam kau mendambakanku
Cemooh saja aku
Tidak mengapa
Jangan berhenti mencemoohku
Negeri Jiran
Tahukah kau rasanya pada Ayah dan Ibu tak bisa berpegangan
Tahukah kau rasanya tinggal di keluarga yang menganggapmu piaraan
Tahukah kau rasanya mengecap sekolah dasar tanpa kelulusan
Tahukah kau rasanya tak punya pilihan pada kehidupan
Tahukah kau rasanya ditawari pekerjaan yang tak kau inginkan
Tahukah kau rasanya pergi merantau seorang diri tak berteman
Tahukah kau rasanya ketakutan di tempat yang tak bertuan
Tahukah kau rasanya diperkosa saat menstruasi pun belum kau dapatkan
Tahukah kau rasanya hamil tanpa suami lalu pulang ke kampung halaman
Tahukah kau rasanya menutupi aib lalu dinikahkan dengan paksaan
Tahukah kau rasanya disiksa suami yang tak mencintai hingga keguguran
Tahukah kau rasanya kepalsuan dan kepahitan negeri jiran
Tahukah kau rasanya aku ingin melarang siapapun ke perantauan
Tahukah kau rasanya aku ingin menciptakan ribuan lapangan pekerjaan
Tahukah kau rasanya di rumah sakit jiwa dan berstatus sebagai pesakitan
Tahukah kau rasanya ini semua menjadikanku penuh dengan kegilaan
======
Puisi ini ditulis oleh Ana Westy dalam sebuah buku berjudul Senyum Bulan Desember bersama Chaerudin Saleh, dan Asyafa Jelata yang diterbitkan LeutikaPrio dan Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS).
Ana Westy, tetapi lebih senang dipanggil Achie, lahir dan besar di Kalimantan Barat 3 Maret 1985 lalu, menghabiskan masa kuliah dan kerja di Bandung selama tujuh tahun. Kembali lagi ke Kalimantan Barat karena sebuah tugas negara. Senang menyebut diri sebagai ”penyiar yang penulis” – ”penulis yang penyiar”. Senang menulis karena ingin sekali tulisan-tulisannya menginspirasi, sekaligus tetap aktif di dunia penyiaran. Produksi karya fiksi dan non fiksi telah diterbitkan di berbagai media seperti Tribun Jabar, Pikiran Rakyat, dan Penerbit Esensi.
Senyum Bulan Desember sendiri merupakan kumpulan puisi yang merefleksikan semua kepedihan itu. Bukan sekedar refleksi, malah. Namun juga hendak bersuara dengan tegas dan keras, bahwa jangan ada lagi kekerasan dan diskriminasi berbasis gender. Hal ini sekaligus hendak menegaskan tentang kemerdekaan kaum perempuan. Bahwa eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap perempuan adalah sebuah pelanggaran hak asasi manusia yang serius karena akan meninggalkan dampak yang luar biasa. Trauma mendalam, yang bisa jadi akan berdampak abadi. Bukan hanya si perempuan itu sendiri, namun juga generasi yang akan dilahirkannya esok hari.