Buruh Migran Bantah TKW di Hong Kong Terjerat ISIS

Hongkong,KPonline – Eni Lestari, Ketua Aliansi Buruh Migran Internasional di Hong Kong menepis tudingan bahwa tenaga kerja wanita Indonesia (TKW) ‘rentan’ terjerat kelompok yang menamakan diri Negara Islam (ISIS).

Dituturkannya meskipun ancaman ekstremisme selalu ada, ia tidak mengetahui jika ada tenaga kerja Indonesia di wilayah itu yang terlibat.”Kita orang Muslim dan kita menyelenggarakan banyak kegiatan keagamaan… kita tidak melakukan radikalisasi,” kata Eni.

Bacaan Lainnya

“Saya pikir tidak adil bagi komunitas pekerja Indonesia diberi label itu.”
Eni menjelaskan selama mengorganisir pekerja migran setiap minggu, pihaknya belum pernah menemukan adanya promosi atau perekrutan ISIS.

“Kalau ada, maka tangkap dan hukum saja mereka yang sengaja memanfaatkan kerentanan pekerja migran perempuan untuk dieksploitasi,” kata Eni.
“Sudah banyak skema penipuan baik untuk uang, seks, kurir narkoba atau maksud-maksud lain … Jangan sampai laporan ini justru memberi stigma kepada pekerja migran Indonesia yang mayoritas Islam dan semakin menjerumuskan kami pada diskriminasi.” Jelasnya di kutip dari BBC

Pernyataan itu ia keluarkan menanggapi hasil penelitian Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) yang diterbitkan Rabu (26/7). Dalam laporannya, IPAC menyebutkan sekitar 50 tenaga kerja wanita Indonesia (TKW) terlibat aktivitas pro-ISIS di Hong Kong.

Kajian IPAC itu menyebut pekerja migran perempuan Indonesia teradikalisasi melalui kelompok dakwah tertentu. Komunikasi dengan sejumlah lelaki pendukung ISIS melalui media sosial juga mendorong radikalisasi tersebut.
Analis IPAC, Nava Nuraniyah, mengatakan beberapa tenaga kerja perempuan Indonesia masuk ke jaringan radikal melalui pacar yang mereka temukan di internet.

“Tapi beberapa di antaranya bergabung dengan ISIS sebagai jalur untuk memberdayakan diri,” katanya.
Kasus calon ‘pengantin’

Temuan IPAC itu mirip dengan kasus Dian Yulia Novi. Perempuan yang kini berstatus terdakwa kasus bom panci di depan Istana Kepresidenan itu mendukung ISIS sejak bekerja sebagai pengasuh lansia di Taiwan pada 2013 hingga Maret 2016.
Rabu siang, Pengadilan Negeri Jakarta Barat menggelar sidang lanjutan perkara Dian dengan agenda pemeriksaan saksi ahli. Saksi dari jaksa penuntut umum itu memaparkan sejumlah teori yang membenarkan tuduhan kegiatan terorisme yang dilakukan Dian.

Temuan IPAC juga serupa dengan kasus TKW bernama Ika Puspitasari alias Tasnima Salsabila. Ika ditangkap Densus 88 tak lama setelah Dian. Ika disebut bersedia menjadi ‘pengantin’ atau melakukan bom bunuh diri di Bali pada pergantian tahun 2016 ke 2017 silam.

“Perempuan-perempuan itu biasanya memiliki jaringan teror internasional yang lebih besar dibandingkan laki-laki radikal yang berhubungan dengan mereka. Pacar mereka di dunia maya itu kerap kali hanya tertarik pada kemampuan finansial sang perempuan,” tulis IPAC.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *