Jamkeswatch Apresiasi Bupati Bogor Terbitkan Perbup Tarif Pelayanan Ambulance

Bogor, KPonline – Bupati Kabupaten Bogor terbitkan Peraturan Bupati Bogor (Perbup) No. 25 tahun 2020 tentang tarif pelayanan ambulance dan kereta merta pada rumah sakit umum daerah di Kabupaten Bogor. Peraturan Bupati Bogor ini mulai dikeluarkan pada 17 April 2020 yang lalu. Jamkeswatch Bogor dalam hal ini menyambut baik dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya pada Pemerintah Kabupaten Bogor, karena menurut Jamkeswatch Bogor, langkah yang diambil Pemerintah Kabupaten Bogor ini sudah tepat.

“Perjuangan tentang peraturan mengenai tarif ambulance ini, sudah dilakukan sejak 2018 oleh buruh-buruh dari masing-masing federasi yang ada di Bogor, Jamkeswatch Bogor dan berbagai elemen perwakilan masyarakat. Bukan tanpa alasan perjuangan ini dilakukan, dikarenakan begitu banyaknya kasus iuran biaya ambulance di beberapa rumah sakit yang ada di Kabupaten Bogor (red: AGD),” tutur Aden kepada Media Perdjoeangan.

Bacaan Lainnya

Bagi Jamkeswatch, selaku pengawas pelayanan kesehatan, dengan adanya Perbup 25/2020 ini sangat bersyukur. “Hal ini merupakan sinyal perbaikan pelayanan kesehatan khususnya dalam hal tarif ambulance, karena selama ini selalu ada masalah biaya saat proses merujuk antar rumah sakit. Kasus ini terjadi bukan tanpa alasan, seperti contoh kalau ada kasus pasien yang mmbutuhkan rujukan ruangan intensif, dipastikan ambulance yang dibutuhkan adalah Ambulance Gawat Darurat (AGD). Dan hampir diseluruh rumah sakit yang ada di Kabupaten Bogor, tidak punya cara lain yang dilakukan rumah sakit-rumah sakit tersebut ialah dengan cara menghubungi ambulans rekanan atau pihak ketiga, dengan biaya yang cukup tinggi. Hingga terkadang pihak keluarga pasien terpaksa mengikuti arahan petugas rumah sakit demi kesembuhan anggota keluarganya yang sakit,” imbuh Aden.

Jika kita lihat isi Perpres 82 /2018 tentang Jaminan Kesehatan pada Bab lV pasal 47 hurup (C), pelayanan ambulance mencakup pelayanan ambulance darat dan laut. Dan ini adalah salah satu manfaat yang dijamin oleh JKN-BPJS Kesehatan. Masalah lain yang sering mengakibatkan munculnya biaya ambulance di rumah sakit adalah pada Perda 16 /2010 tentang retribusi pelayanan kesehatan. Aturan tersebut, termaktub pada pasal 17 hurup (d) yang menyatakan bahwa jarak 31 kilometer sampai dengan 40 kilometer, dikenakan tarif sebesar Rp. 70.000; di poin (e). Jarak lebih dari 40 kilometer dikenakan biaya tambahan Rp. 10.000; untuk setiap 10 kilometer. Tarif ini belum termasuk bahan bakar, biaya tol, biaya supir, dan perawat pendamping.

Hal-hal tersebut yang memicu respon dari beberapa rumah sakit, disaa tarif ini belum sesuai pada saat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dijalankan, peraturan daerah ini belum ada revisi. Relawan Jamkeswatch, buruh-buruh dari berbagai federasi serikat pekerja/serikat buruh dan perwakilan berbagai elemen masyarakat sejak 2018 telah melakukan aksi di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, menuntut agar perda ini segera di revisi atau segera dibuat Perbup oleh Bupati Kabupaten Bogor.  Sebagaimana dijelaskan sesuai isi Perda No. 16/2010

Pasal 20 ayat (2) Meninjau kembali tarif retribusi sebagaimana ayat (1) dan dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan

perekonomian. Dan pada ayat (3) penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan dengan Peraturan Bupati.

“Harapan kami, dengan dikeluarkannya Perbup 25/2020 ini, bisa menjadi payung hukum fasilitas kesehatan baik rumah sakit pemerintah ataupun rumah sakit swasta. Tinggal bagaimana kita mengawasi, mengawal dan menindak lanjuti, jika nanti ditemukan pasien masih dibebankan biaya ambulance saat proses rujukan. Dan kami pun meminta agar Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor segera melakukan sosialisasi tentang Perbup 25/2020 tentang tarif pelayanan ambulance dan kereta merta, secara langsung dengan para pihak seperti PERSI, ARSSI, BPJS Kesehatan dan para direktur rumah sakit milik pemerintah Kabupaten Bogor. Bagaimana cara klaimnya, dan apakah dengan regulasi ini BPJS Kesehatan bisa mengikuti dan juga jika rumah sakit tidak mempunyai ambulance yang dibutuhkan pasien saat proses rujukan ini juga harus dicarikan solusi,” tutur Aden. (Trihadi/Editor : RDW)

Pos terkait