Jakarta, KPonline – Gelombang PHK menerpa pekerja media yang bernaung di bawah perusahaan media MNC Group milik Hary Tanoesoedibjo. Sekitar 300 orang pekerja media di PHK sepihak sepanjang tahun 2017 ini.
Sebabnya, manajemen Koran Sindo yang bernaung di bawah PT Media Nusantara Informasi (PT MNI) menutup sejumlah biro daerah, antara lain Koran Sindo Biro Sumatera Utara, Biro Sumatera Selatan, Biro Jawa Tengah/Yogyakarta, Biro Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Biro Sulawesi Utara.
Tidak hanya itu. PT Media Nusantara Informasi Global (PT MNIG) yang menaungi penerbitan Tabloid Genie dan Tabloid Mom and Kiddie juga berhenti beroperasi per Juli 2017. Dari total hampir 100 karyawan, sebanyak 42 orang karyawan di-PHK secara sepihak.
Pemutusan kontrak kerja juga dialami 90 orang karyawan MNC Channel. Di tahun 2017 ini juga, delapan orang karyawan media InewsTV beberapa waktu lalu juga mengalami PHK.
Perselisihan PHK ini sedang ditangani oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Perindustrian Kementerian Ketenagakerjaan, John Daniel Saragih mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat pemanggilan mediasi kepada pihak perusahaan pada Senin (3/7/2017). Ternyata dari pihak perusahaan tidak hadir. Oleh karena itu pihaknya akan akan kembali mengundang perusahaan pada hari Senin tanggal 10 Juli 2017.
Dalam pertemuan tersebut, Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Aliansi Jurnalis independen (AJI), dan Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) sebagai perwakilan pihak karyawan menyampaikan klarifikasi atas permasalahan yang dihadapi karyawan.
Menurut perwakilan pihak karyawan, perusahaan telah melakukan PHK secara sepihak dan tidak sesuai prosedur yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, pesangon yang diberikan pun tidak sesuai dengan perhitungan masa kerja karyawan.
Bos MNC Group Jadi Tersangka
Sementara itu, CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo yang juga merupakan pendiri sekaligus Ketua DPP Partai Perindo menjadi tersangka dalam kasus SMS ancaman kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto.
“Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan”. Demikian pesan singkat Hary Tanoe kepada Yulianto.
Tidak terima dengan SMS tersebut, Yulianto melaporkannya kepada Polda Metro Jaya. Polisi merespons laporan tersebut, dan pada 23 Januari lalu, Hary Tanoe ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri. Ia dijerat Pasal 29 UU Nomor 11/2008 tentang ITE jo pasal 45B UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Nomor 11/2008. Pasal ini mengatur soal perbuatan yang dilarang, dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta. Status tersangka membuat HT dicekal berpergian ke luar negeri.
Foto: gedung mnc group. tirto/andrey gromico
Baca artikel lain terkait Pemutusan Hubungan Kerja:
Pekerja Media Berjuang Tolak PHK
Tolak PHK, Buruh PT Papa Jaya Agung Gelar Unjuk Rasa
Prihatin PHK Freeport, IndustrialALL Kirim Surat Ke Jokowi
FSPMI Desak Pengusaha PT Alpachon Velfindo Pekerjakan Kembali Buruh yang di PHK
Disnaker Gresik : PHK PT Smelting Tidak Bisa Dilanjutkan