FSPMI, Papua, dan Buruh Freeport

Jakarta, KPonline – Saya tidak pernah menginjakkan kaki di Papua. Namun demikian, saya sering mengikuti berita-berita yang datang dari sana. Khususnya terkait dengan perselisihan yang dihadapi buruh Freeport.

Dari bumi Papua, kasus Freeport menjadi pemberitaan nasional Indonesia. Hal inilah juga yang pernah ditegaskan oleh buruh di tambang emas itu. Bahwa mereka adalah Indonesia. Minta agar hukum di Indonesia bisa tegak di sana.

Bacaan Lainnya

Tak terhitung mereka datang ke Jakarta. Melakukan aksi di berbagai instansi. Termasuk ke Kementerian Ketenagakerjaan. Hingga sejauh ini, belum juga ada penyelesaian.

Militansi perjuangan buruh Freeport mengesankan bagi saya. Apalagi yang mereka “lawan” adalah perusahaan raksasa. Tidak hanya di level Indonesia, tetapi juga dunia.

Namun sayang, meski konon 51% sahamnya sudah dikuasai Republik, tapi tak kunjung ada kabar baik.

Di satu sisi, ketika pemberitaan buruh Freeport santer terdengar, kehadiran FSPMI baru sampai di Maluku.

Hingga kemudian, pada hari Sabtu (6/7/2019) kemarin, saya mendapat kabar jika FSPMI sudah resmi hadir di Sorong, Papua Barat. Selain terbentuk beberapa PUK, mereka juga sudah membentuk Konsulat Cabang FSPMI Kota Sorong.

Pelantikan dan pengukuhan kepengurusan FSPMI dihadiri oleh Max Laritmas selaku Ketua Bidang Organizing Pimpinan Pusat SPEE FSPMI wilayah Timur Indonesia dan Muhammad Nur Yasin sebagai Direktur Pengembangan Organisasi DPP FSPMI.

Kita optimis, Sorong akan menjadi pintu masuk berkembangnya FSPMI di tanah Papua.

Tentu saja, sebagai serikat pekerja yang baru menjejakkan kaki di Papua, FSPMI ingin bersinergi dengan serikat pekerja lain yang sudah terlebih dahulu eksis di sana. Ini adalah sebuah ikhtiar untuk menyambungkan potensi kekuatan kaum buruh yang terserah di seluruh nusantara. Mengingat jauh sebelum ini, FSPMI sudah hadir di Aceh.

Jayalah buruh Indonesia.

Pos terkait