FSPMI Ingatkan Kadisnakertransduk Jawa Timur Agar Tidak Main-main Dengan Upah Minimum

Surabaya, KPonline – Salah satu tuntutan yang disampaikan buruh dalam aksi ‘September Bergerak’ adalah cabut PP 78 Tahun 2015 serta naikkan upah 2017 sebesar Rp 650 ribu. Tidak terkecuali di Jawa Timur, tuntutan ini juga disuarakan.

Dalam aksi tersebut, perwakilan buruh ditemui oleh Wakil Gebernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf yang didampingi beberapa staff Pemda, serta Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur. Dalam kesempatan itu, BPS menyatakan bahwa biaya kebutuhan hidup di Surabaya sekitar Rp 6,5 juta. Dengan demikian, sangat masuk akal apabila buruh menuntut kenaikan upah 2017 sebesar Rp 650 ribu.

Bacaan Lainnya

Mengingat UU No 13 Tahun 2003 belum dicabut, Sekretaris DPW FSPMI Jawa Timur Jazuli meminta agar Gubernur segera menerbitkan Surat Edaran untuk melakukan Survey KHL. Buruh tidak ingin kenaikan upah 2017 ditetapkan sesuai dengan PP 78/2015 dengan alasan politis, yakni “karena daerah tidak mengirimkan rekomendasi upah 2017. Dengan demikian, survey penjadi penting untuk dilakukan.

Dalam kesempatan itu, Gus Ipul menyatakan bahwa Survey KHL adalah bagian tidak terpisahkan dari penentuan upah 2017.

Tetapi bukannya segera menerbitkan Surat Edaran untuk melakukan survey, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan (Kadisnakertransduk) Provinsi Jawa Timur Sukardo justru berkata lain. Kepada media (02/10), dia  mengeluarkan statement bahwa Pemprov Jatim sedang menunggu Surat Edaran dari Menteri Ketenagakerjaan pada bulan November mendatang. Pada kesempatan yang sama Sukardo juga mengungkapkan bahwa FSPMI menuntut kenaikan upah menjadi diatas 5 Juta.

Menanggapi hal ini, Sekretaris DPW FSPMI Jawa timur Jazuli menyatakan, “Kita tidak menuntut kenaikan upah minimum 2017 sebesar 5 juta. Tetapi kenaikan upah minimal Rp 650 ribu khusus di daerah ring 1 dan di luar ring 1 harus lebih dari Rp 650 ribu biar bisa memangkas adanya disparitas upah antara ring I dan di luar ring I.”

Dalam hal ini, Surat Edaran Menteri tidak dibutuhkan. Justru yang di butuhkan adalah Surat Edaran Gubernur, seperti kebiasaan di tahun sebelumnya, dimana Surat Edaran tersebut harus berpedoman pada UU No 13 Tahun 2003, PP 78/2015, dan juga Perda Jawa Timur No 8 Tahun 2016. FSPMI melihat, Kadisnakertransduk bermain-baim dengan upah minimum.

“Dia tidak serius menyikapi aspirasi buruh terkait upah minimum,” tegasnya.

Lebih lanjut aktivis buruh dari Pasuruan ini juga menyatakan bahwa buruh Jawa Timur akan melakukan aksi masif untuk memperjuangkan upah 2017. Dia mengingatkan agar Kadisnakertransduk Provinsi Jawa Timur konsisten dengan hasil pertemuan yang dilakukan tanggal 29 September 2016 yang juga dihadiri oleh Wakil Gubernur. (*)

Pos terkait