Salamuddin Daeng: Tax Amnesty Tidak Ditujukan Bagi Kepentingan Industri Makro Ekonomi dan Upaya Untuk Menolong Masyarakat

Jakarta, KPonline – “Keadaan sulit yang dihadapi akibat menurunnya jumlah penerimaan pajak inilah yang dijadikan alasan oleh Pemerintah dan DPR untuk menjalankan tax amnesty. Spiritnya semata-mata hanya untuk mendapatkan uang tebusan dalam rangka untuk memenuhi target APBN. Semata-mata itu. Kita tidak melihat niat-niat yang lain sebagaimana tax amnesty yang kita pelajari di berbagai negara, yang diberlakukan lebih ditujukan bagi kepentingan industri makro ekonomi dan upaya untuk menolong masyarakatnya,” demikian dikatakan ahli yang dihadirkan buruh dalam uji materi UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) Salamuddin Daeng, pada Rabu (28/9).

Sebelum mengatakan itu, Salamuddin menjelaskan apa yang menjadi latar belakang pemerintah memberlakukan tax amnesty. Kebijakan ini dibuat dalam rangka merealisasikan ambisi yang besar dari pemerintah dalam mewujudkan berbagai projek infrastruktur. Ini bisa dilihat sejak dari masa kampanye hingga saat ini. Ada upaya memobilisasi anggaran dalam jumlah yang cukup besar ke dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. Ambisi tersebut jelas tercermin dalam peningkatan APBN dari sejak APBN 2015, APBNP 2015, APBN 2016, dan APBNP tahun 2016.

Bacaan Lainnya

“Padahal sebagian besar pengamat ekonomi mengetahui. Keadaan ekonomi dunia, keadaan ekonomi regional, dan keadaan ekonomi nasional kita tengah mengalami pelemahan. Akan tetapi, pemerintah tetap begitu ambisius merancang sejumlah anggaran dengan persentase peningkatan yang cukup tinggi,” lanjut Salamuddin.

Digambarkannya, pemerintah merancang target penerimaan pajak pada APBNP 2016 mencapai 45,8% dibandingkan dengan realisasi anggaran yang dicapai oleh Pemerintah pada APBN 2015. Tekait dengan peningkatan 45,8% target penerimaan pajak, banyak pihak yang menyebutkan bahwa target itu sangatlah ambisius dan tidak mungkin bisa direalisasikan di tengah situasi ekonomi global dan ekonomi nasional yang tengah memburuk.

Apalagi harga minyak juga tidak naik, harga komoditas juga tidak mengalami kenaikan, dan bank dunia sudah merilis laporan bahwa ada 2 anomali di dalam ekonomi Indonesia yang sangat ekstrem. Pertama adalah inflasi yang tinggi, yang kedua adalah daya beli masyarakat yang merosot tajam. Padahal kedua faktor itulah yang menjadi penopang utama ekonomi kita dalam 10 tahun terakhir.

Salamuddin menjelaskan, “Daya beli masyarakat itulah yang menjadi sirkulasi utama dari ekonomi Indonesia. Nah, berikutnya ketika seluruh realisasi itu tidak tercapai dan berbagai perdebatan muncul, Pemerintah melakukan perubahan APBN 2016 menjadi APBNP 2016 lalu memotong Rp160 triliun di dalam APBNP 2016. Kemudian, Menteri Keuangan secara sepihak memotong kembali Rp130 triliun. Rencananya juga akan ada juga pemotongan tahap kedua yang jumlahnya kira-kira akan sama dengan pemotongan tahap pertama.”

Atas dasar latar belakang tersebut, Salamuudin kemudian membuat kesimpulan, bahwa tax amnesty semata-mata untuk mendapatkan uang tebusan. Hanya untuk memenuhi target APBN. Dia tidak melihat, tax amnesty ditujukan bagi kepentingan industri makro ekonomi dan upaya untuk menolong masyarakatnya.”

Lagipula, dengan uang tebusan yang sangat kecil, Negara sesungguhnya dirugikan. Jika pemerintah mau tegas, yang akan didapat akan lebih banyak lagi. Tetapi saya, jika berhadapan dengan pemodal, negara nyaris tak memiliki keberanian. (*)

Pos terkait