FSPKEP Sebut Ada PHK Ribuan Pekerja di Industri Smelter dan Keramik

Jakarta, KPonline – Kurang lebih 1.200 orang pekerja PT Indoferro di Cilegon mengalami PHK. Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal FSPKEP, Siruaya Utamawan, dalam audiensi antara IndustriALL Indonesian Council dengan Komisi IX DPR RI bersamaan dengan aksi memperingati Hari Kerja Layak Sedunia, Selasa (10/10/2017).

Menurut Siruaya, PHK yang dilakukan perusahaan tidak hanya terkait dengan kebijakan ketenagakerjaan. Tetapi juga akibat dari lahirnya PP Nomor 1 tahun 2017 terkait dengan Pertambangan dan Batubara.

Bacaan Lainnya

PP 1/2017, kata Siruaya, bertentangan dengan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba. Kebijakan inilah yang kemudian mematikan industri smelter.

“Mau tidak mau ada PHK besar-besaran di industri smelter, karena bahan mentah sekarang ini bisa langsung di ekspor. Tidak perlu lagi diolah di smelter.” ujarnya.

Selain smelter, Siruaya juga menyebut ada PHK besar-besaran di industri keramik. Hingga saat ini, jumlah pekerja yang di PHK sudah di atas 5.000 pekerja. Sebabnya adalah, selain keramik dari luar negeri atau Cina banyak yang masuk, dan harganya hampir sama atau lebih murah dengan produksi di dalam negeri. Hal ini diperparah dengan harga gas yang mahal.

Harga gas yang mahal berdampak pada industri keramik yang rata-rata mempengaruhi biaya produksinya sebesar 35%. Hal itu mempengaruhi daya saing industri keramik di Indonesia, karena beberapa negara tetangga menjual gasnya sekitar US$ 4-5 per MMBbtu di Singapura, sedangkan di Indonesia lebih mahal berkisar US$ 9 per MMBtu-US$ 14 per MMBtu.

Dengan besarnya harga produksi, para penggerak industri keramik justru terpaksa menjual produknya dengan berhati-hati, khususnya dari sisi harga karena daya beli konsumen sedang turun. Kondisi ini membuat perusahaan yang tidak kuat terpaksa mengurangi tenaga kerjanya dan menurunkan kapasitas produksi.

“Kami meminta Komisi IX DPR RI untuk menekan Kementerian ESDM agar mengeluarkan kebijakan subsidi gas untuk industri di sektor keramik,” katanya.

Namun demikian, karena terkait harga gas merupakan kewenangan komisi lain, Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf mengatakan akan mempelajari hal ini lebih lanjut.

Komisi III DPD RI yang melakukan sosialiasi terkait dengan RUU Pengupahan juga tak luput dipertanyakan. Pekerja menyesalkan rencana pembuatan RUU Pengupahan. Apalagi buruh belum sembuh akibat PP 78/2015.

“Kami khawatir RUU akan menjadi bola panas dan memperparah sistem Pengupahan,” tegasnya.

Terkait dengan RUU Pengupahan inisiasi DPR RI, Dede mengatakan bahwa pihaknya belum mengetahui. Belum ada tembusan ke Komisi IX yang salah satunya membidangi ketenagakerjaan. Akan tetapi, kata politisi Demokrat ini, saat ini pihaknya sudah menerima usulan revisi UU Ketenagakerjaan.

Hal lain yang disoroti adalah Jaminan Kesehatan, terutama bagi pekerja yang PHK. Sebab selama bekerja mereka membayar iuran, tetapi setelah di PHK mereka justru kehilangan jaminan kesehatan. Selain itu, serikat juga mempertanyakan sikap KADIN yang meminta agar pesangon dihilangkan.

Baca Artikel Terkait Aksi 10 Oktober 2017 di DPR RI dalam rangka memperingati Hari Kerja Layak Internasional:

Artikel 1: 11 Federasi Serikat Buruh Aksi di DPR RI, Ini Tuntutan Mereka

Artikel 2: Aneka Tuntutan di Gerbang DPR

Artikel 3: Desak Konvensi ILO 183, Ini 5 Hak Pekerja Untuk Sehat dan Selamat

Artikel 4: Tuntut Cuti Melahirkan 14 Minggu: Anak Buruh Tidak Mendapat Air Susu Ibu Memadai, Bisa Sebabkan Kemunduran Kualitas Generasi Bangsa

Artikel 5: Dalam Aksi Hari Kerja Layak Internasional, Buruh Tuntut Penyelesaian Kasus di Smelting

Artikel 6: IndustriALL Indonesian Council Minta Pemerintah Turun Tangan Selesaikan Kasus Freeport

Artikel 7: FSPKEP Sebut Ada PHK Ribuan Pekerja di Industri Smelter dan Keramik

Pos terkait