Catatan Akhir Tahun Buruh Sumatera Utara, Tujuh Kegagalan Gubernur Sumut di Mata Buruh

Medan,KPonline – Elemen buruh dari Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Provinsi Sumatera Utara menyampaikan bahwa evaluasi kinerja satu tahun pemerintah provinsi (Pemprov) Sumatera Utara di anggap gagal sejahterahkan kaum buruh.

Hal ini disampaikan Willy Agus Utomo SH selaku Ketua DPW FSPMI Sumut,  saat menggelar kegiatan bertajuk repleksi akhir tahun 2017 menuju tahun baru 2018 bersama para pengurus FSPMI di kantornya Jalan Raya Medan – Tanjung Morawa km 13,1 Gg Dwi Warna No 1. Sabtu (30/12/2017).

Bacaan Lainnya

Willy mencatat ada lebih kurang tujuh kegagalan Gubernur Sumut,  Tengku Erry Nuradi di mata buruh.

” Diantaranya banyak kasus perburuhan tak terselesaikan,  upah murah, pelanggar hak normatif buruh dibiarkan,  phk massal, outsourcing dan pekerja kontrak merajalela, tidak ada perda ketenagakerjaan dan para pengguran yang sulit mendapatkan lapangan pekerjaan” ungkap Willy di dampingi Sekretaris FSPMI Sumut, Tony Rickson Silalahi, Apen Manurung Ketua KC FSPMI Medan,  Rianto Sinaga Ketua FSPMI Deli Serdang dan Lui Nasution Ketua KC FSPMI Serdang Bedagai.

Ia menjelasakan,  untuk poin pertama,  kegagalan Pemprovsu adalah,dimana Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) tidak mampu menyelesaikan kasus kasus perburuhan sampai tuntas, hal ini menyebabkan para buruh tidak bisa terpenuhi hak normatif yang harus di terima para buruh ditempatnya bekerja.

” Kasus perburuhan ada lebih puluhan perusahaan kita laporkan, diantaranya PT Girvi Mas,  PT Karya Delka Maritim, PT Daya Kimia Jaya Mandiri, PT Atmindo, PT. indomarco Prismatama, PT Perkebunan Sumatera Utara, Yayasan Kebidanan Darmo. Tapi hingga saat ini belum selasai juga, bahkan diantara kasus tersebut sudah bejalan lebih dari setahun ini” kata Willy.

Kasus yang paling buruk adalah, perusahaan milik pemprovsu sendiri yang bernama PT Perkebunan Sumatera Utara yang beralamat di Tanjung Kaso Kabupaten Batu Bara justru diduga melakukan penghalang halangan kebebasan berserikat.

” Kita sudah minta agar Gubsu selaku pemilik saham PT PSU mencopot Direkturnya yang bernama Darwin Nasution dari jabatanya,  akan tetapi hingga saat ini tak di gubris Gubsu” Ketusnya.

Kedua,  Willy mengatakan,  Pemprov Sumut masih pro terhadap upah murah, kurun waktu lima tahun terakhir UMP Sumut terus murah,  bahkan sudah tertinggal jauh oleh daerah lain di Indonesia.

” Kenaikan UMP Sumut jauh dari tuntutan buruh, bahkan saat ini UMP Sumut peringkat kenaikannya dibawah 25 daerah lain di Indonesia. Kalau begini dapat dikatakan Gubsu adalah bapak upah murah bagi kami” tegasnya.

Ketiga, banyak perusahaan pelanggar hak normatif dibiarkan tanpa ada tindakan tegas, padahal kata Willy,  pengusaha yang melanggar hak normatif para buruh dapat diberi sanksi pindana sesuai diatur dalama undang undang ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2013.

” Kalau pelanggar hak normatif buruh tidak ditindak,  maka harapan kesejahteraan buruh itu makin jauh dari harapan,  karena ia bekerja tak mendapat hak yang seharusnya diterima buruh” ucapnya.

Ke empat, Outsourcing dan pekerja kontrak meraja lela di Sumut,  membuat sulitnya buruh mendapatkan kepastian bekerja, akibat setatus hubungan kerja yang demikian PHK masal kerap terjadi di lingkungan perusahaan hal ini terkait poin ke lima kegagalan Gubsu yakni  PHK masal.

” Bisa kita cek,  saat ini hampir 90 % buruh masuk bekerja itu pasti di kontrak,  padahal kontraknya menyalahi aturan undang undang yang berlaku,  lagi lagi pemerintah tak bisa berkutik” terangnya

Ke enam,  lanjut Willy adalah tidak adanya inisiatif pemprovsu dalam hal ini Gubsu untuk membuat perturan daerah (Perda) terkait ketenagakerjaan.

” Harusnya wujud pemerintah untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan buruhnya harus di tuangkan dalam bentuk Perda ketenagakerjaan” harap Willy lagi.

Terakhir,  adalah meninggkatnya jumlah penganggur di daerah Sumatera Utara, menurut Willy data  dari BPS Sumut menyampaikan lebih dari 450 ribu penganggur terbuka (baru) di provinsi Sumut.

” Penganggur baru hampir setengah juta orang,  itu belum yang terdata,  dan belum lagi korban PHK yang juga menjadi pengangguran.  Maka 7 hal ini lah yang kami nilai Gubsu gagal sejahterhakan buruhnya,  semoga tahun 2018 kaum buruh bisa sejahtera” tutup Willy yang baru saja menamatkan studinya di Strata 1 Fakultas Hukum Universitas Pembinaan Masayarakat Indonesia (UPMI) Medan itu.

Pos terkait