Buruh Serukan Pemogokan Umum, Lawan Kebijakan Omnibus Law Presiden Jokowi

Jakarta, KPonline – Sejalan dengan beredarnya draf RUU Cipta Kerja, muncul sejumlah penolakan terkait dengan isi RUU tersebut.

Penolakan keras terutama datang dari kelas buruh. Tak tanggung-tanggung, buruh menyerukan masyarakat untuk ikut melakukan pemogokan umum atau pembangkangan masal sebagai senjata menolak Omnibus Law yang dituding pro investasi atau pro pengusaha tersebut.

Bacaan Lainnya

Pemogokan umum dalam menentang kebijakan pemerintah merupakan suatu hal yang biasa dilakukan di negara-negara demokrasi. Seperti pemogokan umum jutaan pekerja transportasi, guru, dan polisi di Paris dan kota-kota besar lainnya di Prancis pada Desember tahun 2019.

Saat itu, rumah-rumah sakit beroperasi dengan staf terbatas untuk ruang gawat darurat. Tenaga kesehatan dan dokter juga berpartisipasi dalam mogok masal itu.

Rakyat mogok bekerja untuk menentang reformasi sistem pensiun yang dicanangkan Presiden Emmanuel Macron. Saat mogok berlangsung, Paris dan kota-kota lain lumpuh total.

Terinspirasi dari hal tersebut dan juga sejarah mogok nasional gerakan buruh Indonesia pada tahun 2000. Buruh pun menyerukan aksi nogok nasional untuk menolak Omnibus Law.

“Kalau soal mogok nasional, saya kira pimpinan KSPI cukup bersemangat. Dalam Konferensi Pers di LBH Jakarta, pertengahan Januari lalu, secara terbuka sikap itu disampaikan. Ada banyak media yang memuat pernyataan itu.KSPI juga menolak masuk dalam tim. Itu artinya, pertarungan akan dilakukan di jalanan.Untuk itu, kini saatnya melakukan konsolidasi. Tiada henti. Sikap sudah disampaikan. Rapatkan barisan,” ujar Kahar, Vice President FSPMI dan juga KSPI.

“Dan tidak hanya di tingkat elit. Seruan mogok nasional juga secara terbuka mulai disuarakan, di berbagai kota. Kita punya pengalaman melakukan mogok nasional; tahun 2012, 2013, bahkan 2015. Dari sana kita belajar, para penggerak di kawasan industri adalah kunci.Sebagai bagian dari strategi, tak semua bisa diungkap. Tetapi satu hal yang pasti, kita akan terus bersiap,” tambahnya.

Wacana pemogokan umum secara lebih luas juga disuarakan oleh aktifis buruh Budi Wardoyo. Dalam unggahan status di media sosial Facebooknya, pria yang akrab dipanggil Yoyok ini menekankan pentingnya untuk meluaskan penolakan Omnibus Law bersama Elemen masyarakat lainnya.

“Dari 2011 hingga kini, kaum buruh Indonesia sudah tiga kali menggorganisir perlawanan dalam bentuk mogok nasional. Belum lagi mogok daerah (atau mogok dalam skala kawasan industri). Banyak yang bisa dipelajari, agar kedepan ini jika mogok umum dilancarkan, akan jauh lebih efektif dan bertenaga,” ujar Yoyok

“Yang belum adalah sebuah pemogokan umum, dimana yang terlibat adalah lapisan luas masyarakat, bukan hanya kaum buruh di sektor formal/industri. Sejauh ini, sekalipun semakin luas kampanye penolakan Omnibus Law cilaka dari berbagai sektor masyarakat, baru kaum buruh yg menyerukan mogok nasional sebagai metode perlawanan akibat bebalnya pemerintah. Serikat Tani, Masyrakat Adat, Nelayan, Kaum Perempuan, Mahasiswa-Pelajar, Gerakan Lingkungan, Dosen dan Guru; Belum menyerukan satu rencana pemogokan umum.,” tambahnya.

“Jadi, PR pertama adalah meyakinkan kelompok-kelompok masyarakat tersebut untuk satu barisan dalam pemogokan umum rakyat Indonesia. Pengalaman aksi-aksi massa #ReformasiDikorupsi telah menunjukan aksi demonstrasi saja tidak cukup kuat untuk melawan Rezim Pro Investor anti rakyat ini,” pungkasnya.

Pos terkait