Buruh Perkebunan Sawit Indonesia: “Korban Eksploitasi, Rentan Dalam Kepastian Hubungan Kerja, dan Minim Perlindungan”

Jakarta, KPonline – Gabungan berbagai organisasi pemerhati buruh nasional yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Solidaritas Buruh Perkebunan Sawit (Koalisi Buruh Sawit) mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk segera mengambil langkah-langkah konkret guna mengakhiri eksploitasi buruh perkebunan sawit.

Dukungan dan perlindungan pemerintah terhadap industri sawit sama sekali tidak diberengi dengan kebijakan-kebijakan penting terkait perlindungan ketenagakerjaan untuk buruh perkebunan sawit.

Bacaan Lainnya

Regulasi mengatur perkebunan, dan pembahasan seputar RUU Perkelapasawitan, reforma agraria, Sistem Sertifikasi Kelapa Sawi Berkelanjutan Indonesia (ISPO) serta berbagai perundangan terkait kelapa sawit. Tetapi tidak menyentuh persoalan-persoalan penting mengenai perlindungan tenaga kerja dan jaminan hak-hak buruh pekebunan.

Buruh yang terisolasi, tanpa perindungan hukum dari negara maupun pengawasan ketenagakerjaan yang terpercaya, rentan menjadi korban kesewenang-wenangan pengusaha. Praktik eksploitasi fisik dan mental yang terjadi di perkebunan sawit mengakibatkan kemiskinan struktural yang diwariskan buruh secara bergenerasi. Bahkan sampai generasi ke 4.

Adapun praktik kerja eksploitatif yang ditemui di perkebunan kelapa sawit adalah: Beban kerja terlampau tinggi, target tidak manusiawi yang mengakibatkan munculnya buruh anak; Praktik upah murah, buruh bekerja dengan waktu yang lama tanpa upah lembur; status hubungan kerja rentan, hingga banyaknya pemberangusan serikat buruh.

Suasana Diskusi Publik ‘ Mengenal Buruh Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia’ bertempat di LBH Jakarta. Senin, 5 Juni 2017. (Foto: Kahar)

Direktur Eksekutif OPPUK Herwin Nasution menyatakan, bahwa sudah waktunya pemerintah bertindak tegas untuk menghentikan sistem kerja eksploitatif yang ada di perkebuhan kelapa sawit. Laporan terkait kondisi buruh perkebunan sawit yang diluncurkan oleh OPPUK – RAN – ILRF dan Amnesty Internasional merupakan koreksi bagi indsutri sawit Indonesia yang merupakan produsen minyak sawit dunia.

Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhamad Isnur menegaskan bahwa sistem yang eksploitatif di perkebunan kelapa sawit mengakibatkan munculnya “insible worker” atau yang dikenal dengan istilah Kernet di perkebunan kelapa sawit. Buruh membawa istri, anak, dan keluarga mereka untuk mencapai target kerja yang tinggi. Realitas ini mematahkan argumen bagwa buruh anak merupakan budaya Indonesia karena eksploitasi bukanlah karakter bangsa Indonesia.

Deputi Direktur ELSAM Andi Muttaqien menyatakan bahwa perusahaan bertanggungjawab menghormati hak sasasi manusia yang berati tidak melanggar hak asasi manusia yang diakui secara internasional dengan menghindari, mengurangi, atau mencegah dampak negatif dalam operasional korporasi. Termasuk dalam produksi mintak sawit di Indonesia. Pemeritah sebagai otroritas tertinggi wajib memberikan perlindungan hukum bagi buruh perkebunan kelapa sawit sesuai dengan Pilar Kedua United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGP`s).

Oleh sebab itu, Koalisi Buruh Sawit mendesak pemerintah Indonesia untuk: (1) Mengakui keberadaan buruh perkebuhan sawit skala besar sebagai buruh; (2) Menjamin terpenuhinya hak-hak dasar buruh sawit, termasuk hak-hak khusus buruh sawit perempuan; (3) Menjamin kebebasan berserikan dan berorgansiasi buruh sawit; (4) Mengedepankan kesejahteraan buruh sawit di atas kepentingan pemodal; (5) Mengadakan perlindungan hukum khusus untuk buruh sawit; dan (6) Memberikan perlindungan khusus dan menghapuskan diskriminasi terhadap kelompok rentan yang ada di perkebunan sawit termasuk perempuan dan anak.

Pos terkait