Buruh Intervensi Gugatan Menejemen PT. DCP kepada Gubernur

Surabaya, KPonline – Selasa (10/04/2018) puluhan buruh / pekerja yang tergabung dalam PUK SPL FSPMI PT. Duta Cipta Pakarperkasa (DCP) berkumpul memenuhi ruang sidang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya, untuk mengawal Sidang terbuka pertama antara pihak Penggugat yakni Manajemen PT. DCP dengan pihak Tergugat yakni Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang diwakili oleh tim kuasa hukumnya.

Seperti diketahui bahwa saat ini PT. DCP, diduga sedang berusaha untuk menuntut agar surat keputusan yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh Pakde Karwo (panggilan akrab Soekarwo) dengan nomer surat 188/41/KPTS/013/2018 tentang Penangguhan Upah Minimum Kab/Kota di Jawa Timur tahun 2018 agar di cabut atau di revisi dengan dalih bahwa Gubernur Jawa Timur telah melanggar peraturan perundangan yang telah ada.

Bacaan Lainnya

Untuk menghindari terjadinya pencabutan surat keputusan tersebut, maka pihak pekerja pun turut berjuang dengan cara masuk dalam perkara tersebut sebagai pihak peng-intervensi untuk melawan Perusahaan .

Yasin, Nuriadi dan Lukman selaku pekerja PT. DCP menunjuk Tim LBH FSPMI Darmawan Bunga untuk bertindak sebagai Kuasa Hukum untuk mewakili mereka sebagai pihak ketiga atau pihak Intervensi perkara yang di ajukan di PTUN .

Darmawan Bunga menyatakan bahwa dirinya memegang 3 bukti yang bisa membuktikan bahwasanya pihak pengusaha seharusnya sudah wajib dan sanggup membayar Upah sesuai UMK yang berlaku saat ini.

Yang pertama adalah surat yang telah di tanda tangani oleh direktur perusahaan, yang menyebutkan bahwa perusahaan akan memberikan upah sesuai UMK jika pekerja tidak menganggu stabilitas produktifitas perusahaan dengan cara melakukan aksi atau kegiatan demonstrasi,terbukti para pekerja sudah melaksanakan hal tersebut.

Yang kedua adalah adanya Surat Kode Etik dimana dalam salah satu pasalnya berbunyi akan melaksanakan upah UMK bagi pekerjanya asal wajib menandatangani surat kode etik tersebut padahal seharusnya kode etik dalam bidang pekerjaan seperti di PT. DCP tidak perlu, lebih cocok surat kode etik di arahkan ke bidang pekerjaan seperti wartawan dan sebagainya.

Ketiga adalah adanya bukti slip gaji pekerja yang telah menandatangani surat kode etik tersebut, yang telah dibayar sesuai atau diatas UMK yang berlaku di Surabaya” .

Dan kondisi aktual di lapangan juga memprihatinkan, ada beberapa orang pekerja yang saat ini dibayar sebesar 50% hingga 75% dan itupun dicicil, para pekerja takut jika hal seperti ini nantinya akan di jadikan alat rekayasa pengusaha untuk menunjukan bahwa perusahaan sedang tidak mampu atau merugi tambah pria yang akrab dipanggil dengan sebutan Bang Oni tersebut.

Namun sayang, sidang terbuka yang hanya berlangsung sekitar 30 menit tersebut harus di tunda dan dilanjutkan tanggal 17 April 2018 mendatang dikarenakan pihak Tergugat belum bisa melengkapi berkas eksepsi.

Sidang pun berakhir tepat pukul 13.00 wib waktu setempat.

(Bobby – Surabaya)

Pos terkait