Bachtiar Nasir Tampil Sebagai Pembicara Dalam Rapim FSPMI, Ini yang Dibicarakan

Bachtiar Nasir, saat menjadi pembicara dalam Rakernas FSPMI pada Februari 2018.

Jakarta, KPonline – Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, KH Bachtiar Nasir, tampil sebagai pembicara dalam Rapat Pimpinan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (Rapim FSPMI), Rabu malam (7/2/2018).

Dalam kesempatan ini, Bachtiar Nasir membicarakan masalah kepemimpinan. Tentang bagaimana menjadi pemimpin dalam ajaran Islam, temasuk bagaimana memilih seorang pemimpin negara.

Menurut Bachtiar Nasir, belajar dari sejarah dunia, maka bisa disimpulkan; bahwa hanya dengan berjuang kita akan mendapatkan kemenangan. Kemenangan yang sesungguhnya selalu didapatkan dari pertarungan. Tanpa keberanian untuk berjuang, maka perubahan tidak akan mungkin bisa diwujudkan.

KH Bachtiar Nasir sedang berbicara di hadapan peserta RAPIM FSPMI 2018.

Namun demikian, pertarungan yang dilakukan haruslah konstitusional. Sesuai dengan syariat.

Bachtiar Nasir juga mengapresiasi perjuangan yang dilakukan oleh kaum buruh. Sebab dengan adanya perjuangan yang dilakukan kaum buruh akan tercipta keseimbangan. Setidaknya untuk mengimbangi keserakahan kapitalis.

Menjawab pertanyaan salah satu peserta mengenai bagaimana pandangannya terkait adanya para pemimpin sebuah organisasi yang selalu merasa paling benar sendiri, sehingga tidak mau menjalakan keputusan organisasi. Menganggap pandangan dan pikirannya yang selalu benar.

Bachtiar Nasir menjawab, bahwa sebaik-baiknya dalam membuat keputusan adalah dengan melakukan musyawarah. Lebih dari itu, musyawarah adalah ajaran Islam. Maka ketika musyawarah sudah dilakukan dan keputusan sudah diambil, maka semua pihak yang terlibah wajib menjalankan apa yang sudah diputuskan. Keluar atau tidak menjalankan apa yang sudah diputuskan melalui musyawarah adalah sebuah pengkhianatan.

Peserta Rapim FSPMI Tahun 2018

Sementara itu, dalam memilih pemimpin baik dalam Pilkada maupun Pilres pada 2019 nanti, dia juga meminta agar dilakukan musyawarah. Menetapkan kriteria yang terbaik. Bagi kalangan buruh, maka sosok yang harus diusung minimal yang sesuai dengan kepentingan kaum buruh itu sendiri. Jangan memilih pemimpin yang selama ini tidak terbukti berpihak kepada kita.

Oleh karena itu, kaum buruh tidak boleh anti politik. Sebab upah adalah kebijakan politik. Maju mundurnya perekonomian, berbagai kebijakan terkait dengan ketenagakerjaan, semuanya adalah kebijakan politik. Karena itu, buruh yang anti politik merupakan cermin dari orang yang tidak bertanggung jawab.

Kita harus peduli politik. Memastikan kebijakan politik menjadi kebijakan yang baik.