Oleh : Kardinal *
Tidak sampai satu tahun kedepan menjelang pemilu April 2019, partai politik berlomba lomba menjaring para bacaleg (Bakal Calon Legislatif) baik mendaftarkan melalui online maupun manual yang persyaratan nya ditetapkan oleh panitia yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU). Setelah syarat terpenuhi partai peserta pemilu menentukan nomor urut Daftar Caleg Sementara (DCS) yang kemudian ditetapkan menjadi Daftar Calon Tetap (DCT) oleh Komisi pemilihan Umum.
Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bersama, berhasil seorang calon anggota legislatif (caleg) mendapatkan nomor urut dan mulai memasuki masa kampanye digunakan oleh sebagian para caleg korup (menghalalkan segala cara-red) berlomba mendapatkan suara dan simpati masyarakat.
Pada umum nya kampanye yang mereka gunakan adalah ‘Politik Beli Putus’ atau jual beli suara.
Politik beli putus adalah cara cara caleg korup membeli suara melalui kaki tangannya, apapun keinginan masyarakat akan dipenuhi dengan menebar janji manis di mulut demi memenangkan kursi dewan.
Ciri ciri caleg Korup yang suka jual beli suara adalah setelah terpilih jadi anggota dewan jarang atau bahkan tidak pernah turun ke masyarakat ketika rakyat mengadukan permasalahan sulit dihubungi apalagi membantu.
Menjelang pemilu lima tahunan seperti sekarang ini para caleg korup berlomba menjadi baik hati, peduli dan dermawan. Mereka memenuhi apapun keinginan dan kebutuhan rakyat seperti pembagian kaos, kerudung, sembako, sumbangan dan santunan. Yang pada intinya para caleg korup jual beli suara alias amplop untuk mendapatkan kursi anggota dewan.
Para caleg korup jarang turun dan berbuat di masyarakat yang muncul hanya gambarnya di spanduk bertuliskan mohon doa dan dukungannya seperti tukang obat di pinggir jalan mereka berkhotbah menebar janji angin surga secara sembunyi. Menjelang hari pencoblosan caleg korup melakukan serangan fajar atau bagi bagi uang cendol.
Para caleg korup jika sudah terpilih menjadi anggota dewan malas turun dan berkunjung menampung serta memperjuangkan aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya, karna harus berkonsentrasi menghalalkan segala cara untuk cari balik modal duit yang dikeluarkan selama masa kampanye untuk membeli suara.
Apa yang harus di lakukan masyarakat melawan caleg korup ?
Langkah pertama : Ambil saja (sumbangan, sembako, kaos, duit, dll) anggap sebagai rejeki, tidak perlu merasa terbebani harus memilih caleg korup tersebut.
Langkah kedua : Pilih caleg yang memberikan jaminan secara tertulis (Kontrak Politik) yang ditandatangani diatas materai oleh calegnya dan mempunyai kekuatan hukum sehingga rakyat mudah mengontrol dan menagih janjinya jika si caleg terpilih menjadi anggota dewan.
Pada pemilu 2019 buruh dan rakyat harus menang dalam pemilu dengan cara Kontrak Politik, yaitu perjanjian secara tertulis seperti yang telah di lakukan saya Caleg DPRD DKI Jakarta Kardinal, A.Md. nomor urut 7 Dapil 8 Jakarta Selatan dari Partai Demokrat dengan masyarakat pemilihnya di atas materai.
Perjanjian tertulis atau Kontrak politik ini berisi tentang ‘Pelayanan Program Pro Rakyat’ yang berlaku selama 5 tahun yaitu dari tahun 2019-2024 dimana ketika saya berhasil terpilih menjadi anggota DPRD DKI Jakarta, maka masyarakat mempunyai jaminan secara tertulis untuk menagih dan menuntut janji kampanye seorang Kardinal, A.md. terkait pelaksanaan program kerjanya tersebut.
Adapun Program Pro Rakyat yang tertuang didalam perjanjian seperti : pendampingan advokasi hak hak dasar buruh dan masyarakat , pendampingan kesehatan, pendampingan Pendidikan, pembuatan akte kelahiran gratis, pendampingan Kesehatan, pendampingan Jaminan Sosial, pendampingan ambulance yang tertuang di dalam Kontrak politik.
Dengan kontrak politik, buruh dan rakyat berkuasa atas wakil rakyat pilihannya.
Rakyat harus bersatu singkirkan Caleg Korup. Ambil duitnya jangan coblos orangnya .
Ketika buruh sudah berniat untuk berjuang lewat ‘Buruh Go Politik’
semoga di pemilu 2019 nanti, buruh dan rakyat yang jadi pemenang.
*) Kardinal, A.Md.
(Ketua PC SPAI FSPMI DKI Jakarta dan Caleg DPRD DKI Jakarta Nomor Urut 7 dapil Jakarta Selatan dari Partai Demokrat )