Anggota DPRD Kabupaten Bekasi Ini Setuju Pemagangan, Asal…

Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno..

Bekasi, KPonline – Di saat kalangan serikat pekerja menolak pemagangan, anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno mengatakan, meskipun pemagangan menjadi bagian program nasional, seharusnya Pemkab Bekasi melalui Disnaker dapat mengambil celah positif dengan menjadikan pemagangan di Bekasi menjadi sebuah sistem. Dengan menjadikan pemagangan ini sebagai bagian dari upaya memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat Kabupaten Bekasi. Output pemagangan nantinya, harus diupayakan agar para peserta magang dapat bekerja ke perusahaan-perusahaan yang ada di Kabupaten Bekasi.

Jangan sampai terjadi, peserta magang menjadi semacam “pekerja kontrak bulanan” yang saat sudah selesai waktu magangnya malah menjadi menganggur, dan tidak tersalurkan untuk bekerja ke pabrik. Apabila itu terjadi, maka pemagangan yang ada tak ubahnya hanya sebuah pelegalan atas outsourcing lama, alias “outsourcing gaya baru”.

Bacaan Lainnya

“Jadi saya pertegas kembali, semangatnya Pemerintah Daerah harus pada pemikiran menjadikan Pemagangan ini untuk upaya memperluas kesempatan bekerja bagi masyarakat. Yang mana pada intinya, selepas program pemagangan, peserta magang yang sudah mendapatkan sertifikat pemagangan, harus dapat berlanjut bekerja di perusahaan yang ada di Kabupaten Bekasi,” ungkap Nyumarno.

Nggak ada yang susah sebenarnya, tinggal mewajibkan kepada setiap perusahaan untuk melaporkan setiap informasi lowongan perusahaan kepada Disnaker, sehingga lowongan yang ada dapat terisi otomatis langsung oleh peserta pemagangan yang sudah mendapatkan sertifikasi sesuai bidang pemagangan yang diikuti. Jadi penyelenggara pemagangan dan peserta pemagangan harus termonitor dengan baik oleh Disnaker, kemudian saat ada lowongan pekerjaan yang dilaporkan oleh perusahaan ke Disnaker, dapat terisi oleh para peserta pemagangan yang sudah dapat sertifikat, atau dapat terisi oleh warga pencari kerja. Intinya harus bisa memutus rantai lowongan pekerjaan oleh perusahaan diserahkan kepada pihak ketiga (yayasan, penyalur jasa pekerja, ataupun calo tenaga kerja).

Harus sebisa mungkin peran Pemerintah Daerah melalui Disnaker, menarik ruang informasi lowongan pekerjaan dari setiap perusahaan yang ada di Kabupaten Bekasi menjadi domain pemerintah. Yang mana jika itu berjalan, maka para pencari kerja di Kabupaten Bekasi baik itu para lulusan sekolah, dari bursa khusus, pekerja yang habis kontrak, korban PHK, pengangguran di kampung-kampung, para peserta pelatihan kerja (misalnya yang dari BLK, yang dari peserta pelatihan Disnaker), atau Peserta Pemagangan yang sudah mendapatkan sertifikasi, dapat langsung disalurkan oleh Disnaker ke perusahaan-perusahaan yang ada.

“Jadi yang namanya Disnaker ya salah satu tugasnya menbuat sistem ketenagakerjaan yang sistemik, sampai masalah ngurusin pencari kerja untuk bisa mendapatkan pekerjaan, sehingga masalah pengangguran teratasi,” beber Nyumarno.

Sedangkan untuk masalah pemagangan, Nyumarno memberikan dua catatan penting yang patut diperhatikan, yaitu:

Pertama: Tentang ketentuan pelaksanaan pemagangan.

Setiap perusahaan yang akan menerapkan pemagangan, wajib mengidentifikasi kebutuhan jabatan yang dibutuhkan untuk pemagangan, yang mana kewajiban atas identifikasi kebutuhan tersebut harus dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja;

Penyelenggara pemagangan harus memiliki program pemagangan yang terlebih dahulu disetujui dan disahkan oleh Dinas Tenaga Kerja, dan harus memiliki unit pelatihan sendiri;

Penyelenggara pemagangan swasta haruslah LPK yang terakreditasi oleh Lembaga Akreditasi, tidak hanya cuma sekedar LPK yang hanya punya rekomendasi Disnaker.

Penyelenggara pemagangan hanya dapat melakukan pemagangan setelah memberikan tertulis dari Dinas Tenaga Kerja, dengan melampirkan program, rencana, dan perjanjian pemagangannya. Hal ini dimaksudkan agar Pemerintah Daerah tahu pasti penyelenggara-penyelanggara pemagangan di Daerah.

Peserta pemagangan adalah setiap tenaga kerja di Daerah, sesuai ketentuan perundangan yang berlaku;

Harus diatur dengan jelas melalui Peraturan Bupati, terkait komposisi jumlah peserta pemagangan yang diperbolehkan di setiap perusahaan, jumlah pekerja kontraknya, kemudian jumlah pekerja tetapnya. Hal ini untuk menghindari dari praktek pemagangan yang komposisinya lebih besar dari jumlah pekerja kontrak dan pekerja tetap yang ada. Misalkan peserta pemagangan dibatasi maksimal 10% dari total pekerja, pekerja kontrak dan atau harian lepas maksimal 30%, dan pekerja tetap di perusahaan sekurang-kurangnya 60% dari total pekerja.

Kedua: Perjanjian Pemagangan dan Hak Peserta Pemagangan

Sekurang-kurangnya harus ada pengaturan sebagai berikut:

Jenis pekerjaan

Pemagangan hanya dapat dilaksanakan untuk 6 jam praktek, dan 2 jam tutorial per hari, dengan sistem 5 hari per minggu. Jika menggunakan sistem 6 hari kerja seminggu, maka 5 jam untuk praktek, dan maksimal kurang dari 2 jam tutorial;

Memuat ketentuan hak dan kewajiban didalam perjanjian pemagangan tertulis antara peserta pemagangan dengan perusahaan ataupun penyelenggara pemagangan, yang mana perjanjian tertulis harus didaftarkan ke Dinas Tenaga Kerja.

Pemagangan dilakukan hanya pada siang hari, tak boleh malam hari, dan tidak boleh ada tambahan jam/lembur;

Ada jangka waktu pemagangan, misalkan maksimal 6 bulan, dan hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu 6 bulan;

Kewajiban memberikan uang saku bagi peserta pemagangan, minimal sama dengan Upah Minimum di Daerah per bulan, serta tunjangan lain sesuai Peraturan Perusahaan dan atau Perjanjian Kerja Bersama;

Kewajiban mengikutsertakan peserta pemagangan kedalam BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, serta jaminan keselamatan kerja bagi peserta pemagangan;

Adanya ketentuan sanksi bagi para pelanggar pemagangan, seperti konsekuensi status peserta pemagangan menjadi pekerja tetap di perusahaan bila mana ada pelanggaran perjanjian pemagangan, sampai dengan ketentuan pidana sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku;

“Jadi pemagangan yang ada, harus dijadikan Pemerintah Daerah untuk membuat menjadi sebuah sistem ketenagakerjaan yang baik, dalam rangka memperluas kesempatan kerja bagi tenaga kerja di Daerah. Jangan jadi preseden buruk pelaksanaan pemagangan di Indonesia, mengingat Kabupaten Bekasi adalah percontohan pemagangan setelah Karawang,” kata Nyumarno.

Lebih lanjut, Nyumarno mengatakan, apabila hal-hal yang saya sampaikan dapat dipenuhi, maka kemungkinan magang tidak akan menjadi momok bagi pekerja. Dan jika Pemerintah Daerah abai dan lalai dalam pelaksanaan pemagangan nantinya, saya pastikan pemagangan di Kabupaten Bekasi akan mendapatkan penolakan dari pekerja dan serikat pekerja. Sosialisasikan dengan Pihak Serikat Pekerja dari awal, kemudian buat arah sistem pemagangan dengan melibatkan unsur Serikat Pekerja pada ranah Tripartit Daerah, untuk direkomendasikan menjadi Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemagangan di Daerah Kabupaten Bekasi. Jangan pemagangan yang asal-asalan dan merugikan buruh, harus diatur sejelas-jelasnya, dan bagi perusahaan yang berat dengan aturan yang dibuat oleh Daerah, ya jangan gunakan pemagangan lah.

Berbeda dengan anggota DPRD Kabupaten Bekasi ini, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dengan tegas menyatakan menolak pemagangan. KSPI bahkan menyebut pemagangan adalah kedok untuk mempekerjakan buruh dengan upah yang murah. Jika maksudnya adalah meningkatkan keterampilan, sudah ada Balai Latihan Kerja (BLK). Bahkan pengusaha berkewajiban meningkatkan skill pekerja, sekalipun pekerja tersebut tidak berstatus pekerja magang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *