Alih-alih Kurangi Penganguran, Sistem Kontrak dan Outsourcing Jadi Biang Keladi Bertambahnya Pengangguran

KSPI menolak pemagangan yang menjadi kedok perekrutan tenaga kerja murah.

Jakarta, KPonline – Ketua Majelis Nasional Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI) Didi Suprijadi pernah mengatakan, sistem kerja kontrak dan outsourcing justru meningkatkan pengangguran. Sebab karyawan kontrak hanya boleh diperpanjang paling lama satu kali dan hanya bisa diperbaharui satu kali. Masa kerjanya pun dibatasi paling lama hanya 5 (lima) tahun. Begitu kontrak tersebut selesai mereka akan diberhentikan begitu saja. Akibatnya, pengangguran akan bertambah.

“Lulusan SMK bekerja dengan tidak nyaman, seperti sistem kontrak yang setiap tahun ganti akhirnya jadi pengangguran,” kata Didi dalam sebuah diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, sebagaimana diberitakan Detik.com, Sabtu (10/10/2018).

Bacaan Lainnya

Hal senada juga disampaikan oleh Kordinator Konsorsium Masyarakat Sipil untuk Ketenagakerjaan Indonesia Abdul Waidl. Dia menyampaikan, bahwa sistem rekrutmen karyawan dengan sistem kontrak hanya menambah angka pengangguran SMK. Dengan sistem kontrak tersebut, menurutnya, banyak industri yang tidak memperpanjang kontrak pekerja, dan lebih memilih merekrut yang baru.

“Sistem kontrak ini jadi masalah juga. Karena dari data BPS yang menjadi pengangguran SMK itu bukan hanya yang freshgraduate tapi juga yang tidak diperpanjang kontrak itu,” kata Abdul di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, sebagaimana diberitakan Republika.co.id, Kamis (22/2/2018).

Pernyataan Didi dan Abdul membantah anggapan jika keberadaan karyawan kontrak akan mengurangi pengangguran. Sebab dalam prakteknya, mereka yang sudah dikontrak bertahun-tahun akan diputus kontraknya. Setelah diputus, mereka akan kesulitan mendapatkan pekerjaan yang baru karena faktor usia. Akibatnya jelas, pengangguran bertambah.

Ketika semua menjadi karyawan tetap, maka seorang buruh bisa bekerja dengan tenang hingga masa pensiun. Ketika ada lapangan kerja yang baru, maka posisi mereka akan diisi oleh mereka yang baru lulus. Untuk itu, menjadi tugas pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.

Pemerintah Klaim Berhasil Ciptakan 10 Juta Lapangan Kerja. Kita Tak Ingin Lapangan Kerja yang Tersedia Sekedar Menggantikan Buruh-Buruh yang Diputus Kontrak Kerjanya.

Dilansir dari CNNIndonesia.com, Selasa (8/1/2019), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat sepanjang 2015-2018, total penciptaan lapangan kerja baru mencapai 10,34 juta. Dengan demikian, target penciptaan 10 juta lapangan kerja baru Presiden Joko Widodo pada 2015-2019 telah tercapai.

“Janji Bapak Presiden (Joko Widodo) penempatan lapangan kerja kan 2 juta lapangan kerja per tahun. Sampai akhir 2018 ini, ternyata target penciptaan lapangan kerja sudah tercapai sebesar 10.340.690 orang,” ujar Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Ketenagakerjaan 2019 di Hotel Bidakara Jakarta.

Kendati demikian, Hanif menargetkan penciptaan lapangan kerja baru pada 2019 minimal tetap 2 juta lapangan kerja. Dengan demikian, total penciptaan lapangan kerja sejak 2015 bisa mencapai 12 juta pada tahun depan.

Tentu kita tidak ingin, lapangan kerja yang baru diciptakan sekedar menggantikan karyawan yang sudah habis kontrak. Sama saja bohong jika ada orang yang masuk kerja, tetapi pada saat yang sama gelombang PHK juga bermunculan. Oleh karena itu, insaflah wahai kalian yang tidak setuju dengan dihapuskannya outsourcing.

KERJA PASTI – PASTI KERJA – TANPA OUTSOURCING DIANTARA KITA.

Kahar S. Cahyono (Vice President FSPMI – Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI)

Pos terkait