Ada yang Lebih Penting dari Pemindahan Ibu Kota Negara, Apalagi Jika Dibangun Dengan Utang

Jakarta, KPonline – Wacana pemindahan Ibu Kota Negara ke luar Pulau Jawa ramai diperbincangkan. Ada yang mendukung, ada pula yang menganggap bukan prioritas. Kalangan yang menolak beranggapan, pemindahan ibu kota bukanlah sesuatu yang mendesak. Belum perlu dilakukan.

Salah satu yang menilai pemindahan ibu kota belum mendesak adalah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Menurut Iqbal, pemindahan ibu kota akan menghabiskan banyak uang negara. Menurutnya, dana APBN lebih baik digunakan untuk kesejahteraan buruh dan masyarakat Indonesia.

Bacaan Lainnya

“Pemindahan Ibu Kota bagi kami, kaum buruh, tidak terlalu urgen. Tidak terlalu dibutuhkan. Untuk apa? Saya dengar dananya butuh 400 T (Rp400 triliun). Lebih baik untuk kesejahteraan,” kata Said Iqbal.

Dengan dana sebesar itu, lebih baik digunakan untuk menurunkan harga kebutuhan pokok dengan cara memberikan subsidi mulai dari sembako, Bahan Bakar Minyak (BBM), hingga tarif dasar listrik.

Dilansir dari Liputan6.com (30/4/2019), ada dua skema pemindahan yang diusulkan Bappenas, yaitu skema rightsizing dan non-rightsizing. Dengan skema rightsizing, biaya yang diperlukan sekitar Rp 323 triliun dan untuk skema non-rightsizing sekitar Rp 466 triliun. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyatakan, sumber dana pemindahan ibu kota berasal dari APBN, BUMN, perusahaan swasta dan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Said Iqbal menekankan, kalangan buruh lebih membutuhkan ekonomi yang stabil dan harga bahan pokok terjangkau. Jika pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen dan upah buruh meningkat, baru lah pemerintah boleh berwacana memindahkan Ibu Kota.

“Lakukan intervensi pasar. Turunkan harga sembako, turunkan harga dasar listrik. Rp400 triliun atau 25 persen APBN sia-sia (untuk pemindahan ibu kota,” tegasnya.

Kesejahteraan dan Keadilan Mustinya Jadi Prioritas Pemerintah

Mengacu pada pikiran Said Iqbal, alih-alih memindahkan ibu kota, yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah dengan meningkatkan kesejahteraan warganya.

Membangun ibu kota yang baru, artinya pembangunan infrastruktur. Mendirikan gedung-gedung pemerintahan. Untuk membangun infrastruktur dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Meskipun ada opsi tidak menggunakan pembiayaan APBN, sedikit banyak hal ini akan membebani keuangan negara.

Apalagi, kondisi APBN kita masif defisit. Pemerintah bahkan harus gali lubang tutup lubang.

Dalam kondisi seperti ini, kita khawatir, pemindahan ibu kota dibiayai dengan utang luar negeri. Apalagi saat ini utang Indonesia sudah relatif besar. Jika dipaksakan, bukan tidak mungkin negeri ini akan tergadai.

Kahar S. Cahyono (Vice President FSPMI – Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI)

Pos terkait