5 Kondisi yang Menyebabkan PHK Tak Dapat Pesangon

Buruh menyuarakan isu darurat PHK dalam Hari Kerja Layak Internasional, Sabtu (7/10/2017).

Jakarta, KPonline – Bagi buruh, PHK adalah keniscayaan. Seperti kehidupan yang akan berakhir dengan kematian, seorang buruh akan berakhir dengan kehilangan pekerjaan.

PHK sendiri ada banyak macamnya. Kita bisa kehilangan pekerjaan karena keinginan kita sendiri alias mengundurkan diri. Tetapi kita juga bisa di PHK atas kehendak pengusaha.

Bacaan Lainnya

Namun satu hal yang harus dipahami, pengusaha tidak memiliki hak untuk melakukan PHK. PHK yang dilakukan secara sepihak oleh pengusaha batal demi hukum manakala tidak mendapatkan penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Itulah sebabnya, buruh bisa menuntut perusahaan untuk mempekerjakan kembali jika ia di PHK; padahal tidak memiliki kesalahan.

Berbicara tentang PHK, akan terkait erat dengan pesangon. Bagi buruh yang kehilangan pekerjaan, pesangon memiliki arti yang penting untuk bertahan hidup sebelum mendapatkan pekerjaan yang baru.

Namun demikian, ada beberapa kondisi yang menyebabkan buruh tidak mendapatkan pesangon ketika mengalami PHK.

1. Mengundurkan Diri Secara Sukarela

PHK adalah singkatan dari pemutusan hubungan kerja. Oleh karena itu, mengundurkan diri pun bagian dari putusnya hubungan kerja.

Tentu saja, mengundurkan diri di sini adalah atas kemauan sendiri. Tidak termasuk dalam kategori mengundurkan diri jika kita dipaksa, misalnya dengan diminta untuk menandatangani surat pengunduran diri yang disiapkan oleh pihak perusahaan.

Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak mewajibkam pengusaha untuk memberikan pesangon kepada buruh yang mengundurkan diri.

Biasanya buruh yang mengundurkan diri relatif lebih siap untuk melanjutkan kehidupan. Sehingga bagi mereka, tidak adanya pesangon bukanlah sebuah masalah.

Namun demikian, serikat pekerja bisa memperjuangkan agar pekerja yang mengundurkan diri juga mendapat pesangon. Misalnya dengan memasukkannya dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

2. Berakhirnya Kontrak Kerja (PKWT)

Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, seorang buruh yang diputus kontraknya tidak berhak mendapatkan pesangon. Sebenarnya ketentuan ini diskriminatif dan tidak adil. Seharusnya ketika di PHK karena habis kontrak pun, buruh tetap berhak mendapatkan pesangon. Sebagaimana karyawan tetap, bukankah mereka juga berhak melanjutkan kehidupan?

Karenanya, kalau Undang-Undang Ketenagakerjaan mau direvisi, mestinya bagian inilah yang harus direvisi. Bukannya malah menghilangkan pesangon yang sudah ada.

Tentu kita akan mendukung kalau isi revisi adalah karyawan kontrak wajib mendapat pesangon, dan kalau perlu, demi untuk adanya kepastian kerja tidak perlu lagi ada PKWT. Semua buruh adalah karyawan tetap.

3. Penyelesaian Lama dan Bertele-Tele

Mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana yang dimaksud dalam UU PPHI ternyata tidak bisa menciptakan penyelesaian hubungan kerja yang cepat, murah, dan mudah. Lamanya proses yang harus dilalui, membuat buruh akhirnya menyerah di tengah jalan.

Bayangkan, seorang buruh yang berperkara di PHI bisa memakan waktu hingga bertahun-tahun. Bahkan ketika Mahkamah Agung sudah mengeluarkan putusan yang bersifat tetap, eksekusi atas putusan tersebut tidaklah mudah.

Banyak terjadi, buruh akhirnya tidak mendapatkan apa-apa. Perusahaan tidak mau mempekerjakan kembali, tidak pula membayar upah dan pesangon; sedangkan untuk melakukan eksekusi sulit sekali.

4. “Daripada Tidak Mendapatkan”

Buruh yang pasrah akhirnya menggunakan jalan pintas. Daripada tidak mendapatkan apa-apa, lebih baik menerima seadanya.

Akhirnya buruh yang ter-PHK tidak mendapatkan hak pesangon sesuai dengan ketentuan. Jauh di bawah apa yang seharusnya mereka dapatkan.

5. Ditinggal Kabur Pengusaha

Untuk menghindari membayar pesangon, pengusaha seringkali kabur begitu saja. Meninggalkan buruh yang kebingungan.

Memang, solusinya adalah dengan menjual asset yang tersisa. Namun seringkali jumlahnya tidak mencukupi. Apalagi jika perusahaan tersebut mempunyai hutang kepada pihak lain, maka bagian yang mustinya diterima buruh akan semakin sedikit.

Pesangon adalah hak kita sebagai buruh. Yang namanya, tanpa diminta pun mustinya sudah diberikan. Disinilah peran pentingnya kehadiran negara untuk memastikan agar mereka yang serakah tidak bisa menindas yang lemah.

Jangan sampai terjadi, karena ketidakmampuan untuk memastikan kaum buruh mendapatkan hak-haknya, justru hak buruh yang akan dihilangkan.

Pos terkait