Menteri Dalam Negeri Kirim Surat Edaran, UMK dan UMSK 2018 Terancam Tidak Naik

Jakarta, KPonline – Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 561/7721/SJ tertanggal 30 Oktober 2017, bagi kaum buruh seperti mimpi di siang bolong. Selain sebagai bentuk intervensi dalam ranah ketenagakerjaan, surat edaran Menteri Dalam Negeri akan berdampak serius terhadap upah minimum.

Karena itu, kaum buruh jangan menganggap bahwa kenaikan upah minimum 2018 akan baik-baik saja.

Bacaan Lainnya

Dalam surat edaran itu disebutkan, Gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) serentak pada tanggal 1 November 2017. Sebagai sebuah kewajiban, kita tahu, hal ini sudah dilakukan.

Masalahnya adalah, penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tidak wajib dilakukan. Hal ini tertuang jelas dalam surat edaran tersebut, yang mengatakan bahwa Gubernur dapat (tidak wajib) menetapkan UMK dengan ketentuan :

1. UMK hanya dapat ditetapkan apabila perusahaan – perusahaan pada suatu Kabupaten/Kota mampu membayar UMK lebih besar dari pada UMP

2. Apabila perusahaan – perusahaan pada suatu Kabupaten/Kota tidak mampu membayar UMK yang lebih besar dari pada UMP maka UMK tidak dapat diterapkan pada Kabupaten/Kota tersebut, dan

3. Dalam hal Kabupaten/Kota akan menetapkan UMK, perhitungan nilai UMK harus menggunakan formula perhitungan upah minimum sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 44 PP No 78/2015 tentang pengupahan dan diumumkan selambat – lambatnya pada tanggal 21 November 2017.

Sebagaimana diketahui, UMP adalah upah paling rendah di sebuah provinsi. Saat ini, hampir semua Kabupaten/Kota di Indonesia memiliki UMK yang nilainya lebih tinggi dari UMP. Apa jadinya jika Gubernur tidak menetapkan UMK di Provinsi yang bersangkutan, sebagaimana dikatakan Menteri Dalam Negeri, menetapkan UMK tidak wajib bagi Gubernur?

Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, upah minimum terbagi dalam upah minimum berdasarkan sektor usaha dan wilayah, yang terdiri dari UMK/UMP dan UMSK/UMSP. Seharusnya, apabila sebuah kabupaten sudah menerapkan UMK/UMSK, maka harus tetap dipertahankan untuk tahun-tahun berikutnya. Bukannya malah diperbolehkan untuk tidak diterapkan.

Jika demikian, apakah kemudian daerah yang sudah menetapkan UMK lebih tinggi harus diturunkan menjadi UMP?

Hal lain, syarat penetapan UMK adalah perusahaan – perusahaan pada suatu Kabupaten/Kota mampu membayar UMK lebih besar dari pada UMP akan menjadi celah bagi pengusaha hitam untuk meloby Pemerintah daerah untuk mengatakan bahwa perusahaannya tidak mampu. Hal ini pernah terjadi pada perusahaan padat karya dengan lahirnya Upah Minimum Padat Karya.

Dimana ukuran mampu dan tidak mampu? Selama ini tidak ada audit publik, berapa sesungguhnya keuntungan tiap-tiap perusahaan tersebut. Sedangkan yang selalu terdengar, perusahaan selalu mengatakan rugi ketika berkaitan dengan upah buruh.

Mampu atau tidak mampu itu setelah UMP ditetapkan. Baru kemudian perusahaan yang tidak mampu, bisa melakukan penangguhan. Sebab, sejatinya upah minimum ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup pekerja, bukan kemampuan perusahaan.

UMSK Terancam Hilang

Selain UMK, UMSK juga terancam hilang. Lagi-lagi, dalam surat edaran disebutkan sebagai berikut. Selain itu dalam surat edaran tersebut disampaikan pula bahwa Gubernur dapat (tidak wajib) menetapkan UMSP dan UMSK dengan ketentuan :

1. UMSP dan/atau UMSK hanya dapat ditetapkan apabila perusahaan – perusahaan pada suatu daerah provinsi dan/atau Kabupaten/Kota mampu membayar UMSP lebih besar dari UMP, dan/atau UMSK lebih besar dari UMK.

2. Apabila perusahaan – perusahaan pada suatu daerah provinsi dan/Kabupaten/Kota tidak mampu membayar UMSP lebih besar dari UMP dan/atau UMSK lebih besar dari UMK maka UMSP dan UMSK tidak dapat ditetapkan, dan

3. Proses penetapan UMSP atau UMSK harus dilaksanakan berdasarkan kesepakatan SP/SB pada sektor yang bersangkutan dengan Asosiasi pengusaha pada sektor yang bersangkutan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam.PP No 78/2015.

Dalam surat edaran ini ditekankan agar seluruh Gubernur mentaati peraturan perundangan – undangan dan wajib melaksanakan program strategis nasional berdasarkan Pasal 67 huruf b dan f UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No 12/2017 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Pertanyaan kita kemudian, apabila proses penetapan UMSP atau UMSK harus dilaksanakan berdasarkan kesepakatan SP/SB pada sektor yang bersangkutan dengan Asosiasi pengusaha pada sektor yang bersangkutan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam PP No 78/2015, bagaimana jika asosiasi sektor tidak bersedia untuk berunding untuk menetapkan UMSP atau UMSK?

Tidak adakah kewenangan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) untuk menetapkan UMSP atau UMSK?

Karena itu, tidak ada pilihan lain. Kaum buruh harus bergerak untuk menuntut upah layak.

Bertepatan dengan hari Pahlawan, 10 November 2017, puluhan ribu buruh akan mengepung Balai Kota dan Istana, untuk menegaskan bahwa kaum buruh menolak dimiskinkan melalui upah murah.

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (1)
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (2)
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (3)

Pos terkait