UMSK Hanya Untuk Yang Bersepakat?

Bogor, KPonline – Dalam permasalahan penetapan nilai Upah Minimum Sektoral Kabupaten pun, seringkali terjadi perselisihan pendapat, antara pihak serikat pekerja/serikat buruh dengan pihak pengusaha. Terlebih-lebih pada saat penetapan nilai UMSK pada 2020 ini, di banyak daerah penetapan UMSK terkendala akibat dari permintaan pihak pengusaha, yang meminta harus ada kesepakatan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pihak perusahaan. Jika tidak ada kesepakatan antara serikat pekerja/serikat buruh di tingkat perusahaan dengan pihak pengusaha di perusahaan tersebut, maka penetapan UMSK tidak berlaku bagi buruh-buruh yang ada di perusahaan tersebut.

“Sejak awal, saya tidak setuju dengan surat rekomendasi yang isinya hanya berlaku untuk perusahaan-perusahaan yang bersepakat. Bagaimana dengan buruh-buruh di perusahaan, yang mana pihak pengusaha di perusahaan tertentu tidak mau melakukan kesepakatan dengan serikat pekerja/serikat buruh yang ada di perusahaan tersebut? Bagaimana dengan buruh-buruh yang tidak berserikat, atau ada oknum-oknum pengusaha yang tidak menginginkan ada serikat pekerja/serikat buruh didalam perusahaan mereka?,” tutur Novianto, anggota Dewan Pengupahan Kabupaten Bogor dari unsur buruh/pekerja, dalam menyikapi surat rekomendasi pejabat daerah tentang adanya surat kesepakatan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pihak pengusaha mengenai UMSK.

Bacaan Lainnya

Upah minimum adalah upah terendah yang harus diterima setiap pekerja/buruh, sebagai jaring pengaman dalam menjaga kesejahteraan pekerja itu sendiri dan juga keluarganya. Jaring pengaman ini sudah seharusnya diambil alih oleh pihak pemerintah dalam melindungi pekerja/buruh atau masyarakat secara keseluruhan, sehingga dalam penetapannya harus ditetapkan oleh pemerintah sesuai amanah UU No. 13 tahun 2003.

“Surat rekomendasi atau SK seorang kepala daerah, sudah seharusnya bisa melindungi seluruh masyarakat secara keseluruhan, dan tidak boleh bersifat parsial. Sehingga dengan surat rekomendasi atau SK dengan frasa “berlaku hanya untuk yang bersepakat”, hal ini sangat jelas melanggar Undang-undang Ketenagakerjaan dan juga melanggar azaz perlindungan pemerintah kepada rakyatnya,” ujar Novianto kepada Media Perdjoeangan.

Frasa “berlaku hanya untuk yang bersepakat”, jelas akan sangat merugikan bagi buruh-buruh yang tidak berserikat, tidak memiliki serikat buruh/serikat pekerja, atau memang ada oknum-oknum pihak pengusaha yang tidak menginginkan adanya serikat buruh/serikat pekerja didalam perusahaannya.

Pemerintah, dalam hal ini pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dituding sebagai pihak yang “lepas tangan” dari permasalahan penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota, sejak beberapa tahun kebelakang. Padahal, dalam LKS Tripartit, baik di tingkat Nasional maupun di tingkat daerah, peran pemerintah sudah jelas, sebagai pemangku kebijakan dan pembuat aturan. (RDW)

Pos terkait