Tolak Usulan Revisi UU Ketenagakerjaan Versi Pengusaha

Hapuskan Sistem Outshorcing dan Pemagangan Kerja, Berikan kepastian kerja bagi kaum muda !

Jakarta, KPonline – Rakyat seakan tidak ada habis-habisnya diberikan kesedihan dan luka yang mendalam oleh pemerintah. Pemilu 2019 yang disponsori oleh elit politik borjuasi tidak hanya membuat rakyat ter-fragmentasi; terpecah-belah, saling menghujat, bahkan pemilu 2019 yang melelahkan itu memakan banyak korban jiwa.

Bacaan Lainnya

Selain banyak merugikan kepentingan rakyat, pemilu 2019-pun hanya melahirkan ilusi-ilusi yang me’ninabobo’-kan rakyat.

Belum lama proses pemilu 2019 usai, rakyat diberikan ‘kado’ wacana revisi UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 dengan wajah yang lebih fleksibel, pro investasi, pro terhadap pengusaha, dan mengorbankan kesejahteraan kelas buruh dan juga melemahkan kekuatan politik kelas buruh.

Upaya untuk merevisi Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 tidak terpisah dari gagalnya Pemerintah Indonesia meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Di samping itu, anjloknya defisit perdagangan yang mengakibatkan nilai impor lebih besar daripada nilai ekspor sehingga membuat nilai rupiah cenderung stagnan.

Revisi Undang-undang ketengakerjaan No.13 Tahun 2003 ini pun akibat dari sistem ekonomi Indonesia yang menganut neoliberalisme membuat pembangunan ekonominya cenderung sebagai tenaga kerja murah dirasa belum cukup memuluskan jalannya investasi. Sehingga upaya revisi UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 mesti dilakukan demi kepentingan pemodal sepenuhnya, dan semakin memperdalam kesengsaraan kelas buruh tentunya.

Upaya revisi UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 juga semakin jelas menunjukan keberpihakan negara terhadap pengusaha. Usulan dari kelompok pengusaha seperti APINDO, HIPMI, dan KADIN sangat diakomodir oleh pemerintah.

Tentu berbeda jika usulan revisi ini dilakukan oleh kelas buruh, alih-alih diterima dan diakomodir sebagai kebijakan dan undang-undang, kelas buruh justru lebih sering mendapatkan tindakan represif dari aparatus negara jika menyampaikan aspirasinya.

Selain menjadi karpet merah bagi investasi, upaya revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 juga akan semakin memperdalam jurang kemiskinan kelas buruh dan rakyat pada umumnya. Karena pasal-pasal usulan revisi tersebut mengakomodir politik upah murah bagi buruh. Upah buruh yang semakin murah secara langsung juga mengakibatkan turunnya daya beli buruh dan mematikan pertumbuhan ekonomi rill dikalangan bawah.

Di negara dengan jaminan sosial seperti kesehatan dan pendidikan yang rendah seperti Indonesia ini, upah buruh yang murah pun akan semakin membuat buruh jauh dari akses kesehatan dan pendidikan layak bagi anak-anak buruh.

Selain memperdalam proses pemiskinan dan penghisapan terhadap kelas buruh, revisi UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 ini pun mengandung pasal yang akan memperluas kerja kontrak dan sistem outshorcing. Perusahaan outshorcing akan menjadi semakin beringas dalam memecat buruh, sehingga fleksibilitas kerja akan semakin memperpanjang barisan pengangguran.

Usulan revisi Undang-undang ketenagakerjaan ini juga memasukan point untuk menghapus pesangon dan mempersulit buruh dalam mendapatkan hak mogoknya. Upaya itu dilakukan untuk melemahkan posisi buruh di dalam pabrik, sehingga mengakibatkan menurunnya pengawasan dan kesetaraan dalam hubungan kondisi kerja, rawannya kecelakaan kerja dan pengawasan terhadap jalannya pemenuhan hak-hak buruh perempuan, seperti hak cuti haid dan lain-lain.

Revisi Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 bukan hanya menjadikan kelas buruh sebagai tumbal dalam memuluskan jalannya investasi. Akan tetapi, wacana ini pun menjadi permasalahan yang mesti dihadapi oleh mahasiswa dan generasi muda pada umumnya.

Pada 2020-2030, Indonesia berpotensi secara demografi akan didominasi oleh penduduk berusia muda yang berperan sebagai sumber tenaga kerja produktif. Jika kondisi kerja yang fleksibel karena sistem outshorcing, dan politik upah murah masih dipertahankan, maka generasi muda dimasa mendatang akan terjebak dalam kondisi ‘kerentanan’.

Jika pemerintah tetap bersikukuh untuk me-revisi dan mengadopsi sistem kerja outshorcing dan politik upah murah kedalam Undang-undang ketenagakerjaan yang baru (versi pengusaha), maka generasi muda akan bekerja dalam kondisi tidak adanya jaminan atas pekerjaan itu sendiri dan atas penghidupannya.Tidak adanya perlindungan sosial menempatkan anak muda pada kondisi kerja dengan beban yang tinggi tanpa upah layak.

Belum lagi arus deras revolusi teknologi dengan hadirnya rekayasa genetika, kecerdasan artifisial, integrasi, algoritma yang kecanggihannya terus disempurnakan pun telah menghasilkan mesin-mesin dan robot yang siap menggantikan peran manusia diberbagai sektor kerja produktif.

Sehingga revolusi teknologi mungkin akan segera mendorong generasi muda keluar dari sektor kerja produktif, dan membuat terciptanya kelas baru yang tidak berguna.

Prospek pengangguran massal akibat pesatnya laju revolusi teknologi memang bukan sekedar isapan jempol belaka. Revolusi teknologi yang menyebabkan hilangnya ratusan jenis pekerjaan yang bisa dilakukan manusia, di sisi lain belum melahirkan jenis-jenis lapangan pekerjaan yang baru.

Kondisi struktural dalam rezim neoliberalisme inilah yang akan selalu merintangi upaya kelas buruh dan generasi muda dimasa mendatang memperoleh penghidupan yang layak. Upah akan selalu berkisar di batas minimal untuk ‘sekedar hidup’, pekerjaan akan selalu tidak pasti sedangkan beban hidup akan senantiasa meningkat. Sehingga gelar sarjana saja pun tidak menjamin penghidupan yang layak.

Dalam menghadapi kondisi sedemikian rupa, mestinya negara hadir dalam mewujudkan Undang-Undang perlindungan Buruh dan masa depan generasi muda yang rentan. Bukan malah berpihak kepada kelas pemodal dengan mengakomodasi usulan revisi UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 versi pengusaha yang hanya menjerumuskan kelas buruh dalam jurang kemiskinan, dan memperpanjang barisan generasi muda dalam rentannya pengangguran di masa depan.

Sehingga upaya revisi Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 versi pengusaha dan pemerintah pun hanya akan membawa ‘neraka’ bagi kelas buruh dan generasi muda di masa mendatang. Maka sejatinya, kelas buruh, pemuda-mahasiswa, dan gerakan elemen rakyat lainnya harus bersatu padu menolak upaya jahat dan merugikan ini.

Kemenangan rakyat akan selalu dihasilkan oleh perjuangan rakyat itu sendiri. Bukan dari kebaikan rezim, apalagi dari proses politik borjuasi yang ilusi !

Hidup Buruh ! Hidup Rakyat !

Pos terkait