Dompak,KPonline – Buruh Batam kecewa berat dengan Gubernur kepulauan Riau Nurdin Basirun yang tidak berada di kantornya di Dompak, Kepulauan Riau. Padahal jauh jauh hari surat pemberitahuan aksi unjuk rasa yang di lakukan pada Senin (21/1/19) sudah di layangkan kepadanya. Tersiar kabar malam harinya ia malah menghadiri sebuah syukuran di sebuah hotel di Batam. Sementara ratusan buruh menginap di depan kantornya di Dompak. Mereka bermalam dan tidur belalaskan koran seadanya dan beratap langit, menggigil kedinginan menahan terpaan angin laut.
Ada apa dengan Gubernurmu wahai kaum Buruh? Nurdin Basirun kenapa tidak mau menemuimu? Tidakkah ia tahu bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Barangsiapa memimpin urusan manusia kemudian ia menutup pintunya bagi orang yang miskin atau bagi orang yang dizhalimi atau bagi orang yang mempunyai keperluan, maka Allah akan menutup pintu kasih sayangnya bagi orang tersebut”.
Dan tidak tahukah bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam juga berdoa:
“Ya Allah, barangsiapa mengurusi sesuatu dari urusan umatku, lalu dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia, dan barangsiapa mengurusi sesuatu dari urusan umatku, lalu dia bersikap lembut kepada mereka, maka bersikaplah lembut kepadanya”.
Buruh sekarang ini rindu dengan pemimpin pemimpin yang mau mendengar jeritannya, yang memperhatikan rakyat kecil seperti yang di lakukan oleh Umar bin al-Khattab terhadap rakyatnya .
Yang benar-benar sadar kepemimpinan itu adalah melayani. Kepemimpinan bukan untuk menaikkan status sosial, menumpuk harta, yang akan menghasilkan kehinaan di akhirat semata.
Orang hari ini kenal blusukan sebagai ciri pimpinan peduli, Umar telah melakukannya sejak dulu dengan ketulusan hati. Ia duduk bersama rakyatnya, mengintipi keadaan mereka, dan menanyai hajat kebutuhan. Kepada yang kecil atau yang besar. Kepada yang kaya atau yang miskin. Ia tidak pernah memberikan batas kepada mereka semua.
Inilah seorang pemimpin yang memerankan kepemimpinan dalam arti sebenarnya. Ia memberikan teladan dalam perkataan dan perbuatan. Seorang yang shaleh secara pribadi dan cakap dalam kepemimpinan.
Kita akhirnya sadar bahwa persoalan selama ini yang membelenggu adalah tidak tersedianya jembatan telinga dari hulu ke hilir persoalan. Ketidak tersedianya jembatan ini membuat keluhan dan permasalahan yang ada di tengah masyarakat hanyalah suatu permasalahan yang hanya bisa diratapi saja tanpa adanya jalan keluar.
Selain itu, hikmah yang dapat kita petik adalah, jadikan monen pemilu 2019 ini untuk memilih pemimpin yang mau mendengar suara rakyatnya . Bagaimana bisa kita ciptakan pemerintahan untuk rakyat apabila pemimpinnya sendiri susah untuk ditemui. Kita jadi ingat bagaimana dulu mereka “menjajakan diri” agar dipilih. (Ete)