Tak Terima Kenaikan UMK 2017, Buruh Gugat Gubernur Yogyakarta

Yogyakarta, KPonline – Buruh di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menggugat Gubernur Daerah Istimewa YogyakartaSri Sultan Hamengku Buwono X terkait dengan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota se-Yogyakarta tahun 2017.

“Kami ajukan gugatan itu ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara),” ujar Sekretaris Aliansi Buruh Yogyakarta Kirnadi, Minggu, 8 Januari 2017.

Bacaan Lainnya

Buruh yang tergabung dalam berbagai elemen serikat pekerja ini menunjuk Lembaga Bantuan Hukum Studi Kebijakan Publik (LBH Sikap) selaku kuasa hukum. Buruh menggugat Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan obyek gugatan atas terbitnya Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor : 235/KEP/2016 tentang Penetapan upah Minimum Kabupaten/Kota, tertanggal 1 November 2016.

Gugatan ini didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta pada tanggal 02 Januari 2017.

Dalam gugatan itu, pekerja/buruh baik secara individual maupun organisasi, berniat untuk mengajukan kenaikan upah berdasar survei Kebutuhan Hidup Layak dengan menuntut kenaikan upah sebesar 84,36 persen  dari UMK 2016. Adapun perincian sebagai berikut: Rp 2.677.621 untuk Kota Yogyakarta, Rp 2.279.569 untuk Kabupaten Bantul,  Rp 2362.734 untuk Kabupaten Gunung Kidul, Rp 2.280.729 untuk Kabupaten Kulon Progo.

Angka tersebut didapat setelah melihat kenaikan harga di pasar, juga sesuai dengan 60 komponen dalam standar Kehidupan Hidup Layak (KHL) yang tertuang di Permennaker Nomor 13 Tahun 2013.

Sayangnya, besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2016 di DIY secara resmi diumumkan di Kompleks Kepatihan, menurut buruh, penentuan UMK tersebut berdasar Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78/2015 yang mengatur soal pengupahan yang tidak mempertimbangkan survey KHL yang dilakukan setiap bulan.

Penentuan kenaikan UMK di DIY 2017 seluruhnya naik sebesar 8,25 persendari UMK Yogyakarta di tahun 2016. Besarnya, untuk Kota Yogyakarta adalah Rp 1.572.200. Sementara untuk Sleman naik sebesar Rp 1.448.385,00 Bantul sebesar Rp 1.404.760, Kulonprogo sebesar Rp 1.373.600 dan Gunungkidul sebesar Rp 1.337.650.

Keputusan ini dinilai akan semakin memberatkan buruh dalam mendapatkan hidup layak. Terlebih inflasi nasional ditahun 2016 lebih rendah ketimbang inflasi yang ada di daerah. Apalagi, pada awal Januari 2017 sudah dipastikan subsidi pengguna listrik berdaya 450 watt dan 900 watt akan dihapus. Tentu kenaikan UMK yang hanya 8,25 persen tidak akan memiliki dampak apapun untuk kehidupan buruh, terlebih pengeluaran  untuk listrik juga naik. (*)

Sumber : tempo

Pos terkait