Tak Mau Kecolongan Buruh DCP Surabaya Kawal Sidang PTUN Kasus Penangguhan Upah Mereka

Surabaya, KPonline – Selasa (27/08/2018), buruh/pekerja yang ada di Jawa Timur, khususnya yang tergabung dalam PUK SPL FSPMI PT Duta Cipta Pakarperkasa, untuk kesekian kalinya terlihat sedang melanjutkan pengawalan sidang di PTUN yang bertempat di Jl. Ir. H. Juanda No. 89, Kabupaten Sidoarjo.

Pada agenda sidang kali ini, setiap pihak diberikan kesempatan untuk menyerahkan tambahan bukti, mulai dari pihak penggugat (pengusaha), tergugat (Gubernur Jawa Timur), hingga pihak intervensi (pekerja). Sidang yang dimulai tepat pukul 14.00 WIB ini, bisa dibilang berjalan cukup singkat, yakni hanya selama 20 menit saja, dikarenakan tidak ada pembahasan hal yang lain, selain pengumpulan bukti dari masing-masing pihak.

Bacaan Lainnya

“Meskipun singkat, pihak pekerja berharap sidang kali ini bisa mendapatkan hasil yang baik, saat nanti majelis hakim membacakan hasil kesimpulan sidang yang telah berjalan selama ini, pada tanggal 13 september 2018 besok ditempat yang sama.” Ujar Yasin selaku Ketua PUK SPL FSPMI PT DCP.

Sebagaimana diketahui, jika melihat dari jangka waktu pekerja/buruh PT. DCP dalam mengawal kasus ini, bisa dibilang cukuplah panjang, sekitar 4 bulanan lalu kasus ini sudah berjalan hingga sekarang, yang dimana perkara ini muncul, berawal dari pihak pengusaha yang akan menangguhkan kembali, upah seluruh karyawan PT DCP pada akhir tahun 2017 lalu.

Padahal selisih upah karyawan PT. DCP yang ditangguhkan saat tahun 2016 lalu, yakni dengan nominal sebesar Rp. 200ribuan per karyawan, hingga saat ini belum sanggup dibayar oleh pemberi kerja kepada pekerja/buruhnya, padahal menurut UU yang berlaku, selisih tersebut adalah merupakan utang pemberi kerja yang wajib di bayar kepada pekerja terlebih dahulu sebelum pemberi kerja mengajukan permohonan penangguhan upah kembali terhadap pekerjanya.

Sebagaimana diketahui terkait mekanisme tata cara penangguhan upah sendiri, telah diatur dalam Kepmenakertrans Nomor KEP-231/MEN/2003 Tahun 2003 yang berbunyi : “Pengusaha yang tidak mampu membayar sesuai upah minimum dapat mengajukan permohonan penangguhan upah minimum kepada Gubernur melalui Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi paling lambat 10 hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum. Permohonan tersebut merupakan hasil kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat”.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, terlihat jelas bahwa untuk dapat mengajukan permohonan penangguhan UMK, pengusaha harus mencapai kesepakatan dengan pihak buruh/pekerja terkait penangguhan upah minimum, bukan malah memutuskan sepihak, seperti yang dilakukan oleh menejemen PT. DCP.

Memang perusahaan di perbolehkan menangguhkan upah, seperti yang di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan Pasal 90 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut : “Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Apabila penangguhan tersebut berakhir maka perusahaan yang bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan”.

Tapi yang harus di perhatikan oleh pengusaha dari pasal tersebut adalah pengusaha wajib mencapai kesepakatan terlebih dahulu dengan pihak karyawan, jika ingin melakukan penangguhan upah di suatu perusahaan.

Karena pelaporan penangguhan upah menejemen PT. DCP ditolak oleh Dewan Pengupahan, akhirnya membuat pihak pengusaha merasa keberatan yang kemudian membawa perkara ini ke ranah PTUN dengan menggugat Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur yang bernomor 188/41/KPTS/013/2018 tentang Penangguhan Pelaksanaan Upah UMK Jatim tahun 2018, yang pada intinya surat tersebut menyatakan menolak pengajuan penangguhan upah menejemen PT. DCP.

“Karena kita menolak adanya penangguhan, otomatis dalam perkara ini kita bertindak sebagai pihak intervensi, untuk membantu pihak tergugat (Gubernur Jatim) dalam mengumpulkan bukti yang ada didalam perusahaan, dan alasan kenapa kita menolak penangguhan upah, adalah karena pekerja merasa pihak pengusaha masih mampu membayar upah para pekerjanya sesuai UMK 2018, dengan dasar banyaknya produksi pada tahun ini, ditambah lagi adanya tambahan beberapa bonus yang apabila dijumlahkan maka nominalnya sesuai dengan UMK 2018.” Ujar Yasin.

(Robin-Surabaya)

Pos terkait