Sistem Aplikasi Mobile E-dabu BPJS Kesehatan = Neraka Bagi Buruh, Kenapa?

Surabaya, KPonline – Banyaknya kasus kepesertaan BPJS Kesehatan buruh/pekerja yang non aktif dengan alasan “keluar atas kemauan sendiri”, menjadi perhatian serius bagi salah satu lembaga independen Pengawas Jaminan Kesehatan Nasional, yakni Jamkeswatch.

Bagaimana tidak, di Jawa Timur sendiri (menurut data dari BPJS Kesehatan) per bulan April 2020, tercatat ada sekitar 7ribu-an pekerja/buruh, yang kepesertaan BPJS Kesehatannya di non aktifkan secara sepihak oleh pihak pengusaha melalui sistem Edabu, dengan alasan “keluar atas kemauan sendiri”.

Bacaan Lainnya

Wow, sebuah angka yang fantastis!

Parahnya lagi, menurut keterangan yang di dapat dari Jamkeswatch, mayoritas penonaktifan kepesertaan BPJS yang di lakukan oleh pengusaha tersebut, ternyata di lakukan secara sepihak dan tanpa berkas eviden maupun konfirmasi terlebih dahulu kepada pihak pekerja selaku pihak yang juga seharusnya tetap berhak atas kepastian mendapatkan hak jaminan kesehatan dari pemberi kerja sebelum ada keputusan incraht dari pengadilan.

Alhasil, pihak pengusaha pun seperti di berikan keleluasaan penuh, untuk menambah dan mengurangi jumlah pekerjanya yang terdaftar dalam program BPJS, di mana dengan adanya hal tersebut justru akan menjadi neraka bagi para pekerja yang sedang menjalani proses perselisihan, apalagi bagi para pekerja yang tidak mempunyai serikat pekerja.

Sebagai contoh, salah satu perusahaan yang ada di Gresik – Jawa Timur, terdapat sebuah perusahaan yang memiliki produk usaha arang bricket, dimana perusahaan tersebut diketahui secara sengaja telah menonaktifkan kepesertaan BPJS pekerjanya, yang masih aktif bekerja di tempat itu, alhasil pihak menejemen perusahaan pun terancam akan berurusan dengan hukum atas tindakannya melakukan dugaan memberikan laporan palsu.

Lukman Aries, selaku salah satu pengurus Jamkeswatch Surabaya pun memberikan tanggapannya terhadap sistem Edabu yang di miliki oleh BPJS Kesehatan saat ini.

“Saya rasa akan sangat berbahaya bagi pekerja, jika sistem Edabu terus di biarkan seperti ini tanpa di benahi, karena pengurangan peserta tanpa kelengkapan berkas eviden dan di tuduh keluar atas kemauan sendiri secara sepihak oleh pengusaha adalah sebuah hal yang berbahaya dan perbuatan yang melanggar hukum jika hal tersebut tidak benar”. Tegas Lukman.

“Bagaimana jika hal tersebut, menimpa pekerja yang saat itu sedang di rawat di rumah sakit? Atau punya riwayat penyakit berat, seperti hemodialis, kanker, dan tumor, mau bayar rumah sakit pake duit apa buruh? Gaji aja di bawah UMK”. Tambah Lukman.

Hingga saat ini Jamkeswatch, terus memberikan beberapa masukan yang konstruktif kepada BPJS Kesehatan, terkait celah yang terdapat dalam sistem Edabu.

Koordinasi dari tingkat cabang, wilayah, hingga pusat terus dilakukan, bahkan sejumlah aksi demonstrasi juga sempat di gelar, agar celah yang sangat merugikan pihak buruh tersebut segera di lakukan pembenahan serta perbaikan.

Namun sayangnya, pembenahan dan perbaikan dalam sistem Edabu hingga saat ini masih belum juga terlaksana.

(Bobby – Surabaya)

Pos terkait