Semarang, KPonline – Giyati dan Osy Osella Sakti, didampingi oleh Tim Advokasi untuk Keadilan Pekerja Rumahan serta belasan perempuan pekerja rumahan pada hari ini menghadiri sidang perdana mengenai perselisihan hubungan industrial berkaitan dengan PHK yang dilakukan oleh perusahaan terhadap keduanya.
Gugatan yag diregister dengan nomor perkara 26/Pdt.Sus-PHI/2018 ini diadakan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Semarang sebagai pengadilan yang memiliki kewenangan untuk mengadili perkara ini, Senin (8/10/2018)
Giyati dan Osela merupakan ibu dan anak yang masing-masing telah tujuh dan lima tahun bekerja menempelkan bagian sole dan upper sepatu yang diproduksi oleh PT Ara Shoes Indonesia yang berlokasi di Bergas, Kabupaten Semarang. Seringkali, keduanya hanya memiliki waktu libur satu hari dalam satu minggu.
Tak jarang, mereka harus meminta bantuan kepada anggota keluarga lainnya ataupun tetangga agar dapat memenuhi target. Meskipun dengan jam kerja yang lebih panjang serta beban kerja yang lebih tinggi dibanding pekerja formal, upah yang mereka terima per bulan jika dirata-ratakan hanyalah satu pertiga Upah Minimum Kabupaten (UMK).
Merekapun bekerja tanpa diikutsertakan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan oleh perusahaan. Sementara, sepatu-sepatu yang mereka ikut serta dalam proses produksinya, dijual dengan harga yang sangat tinggi di pasar eropa.
Sepatu-sepatu tersebut dikerjakan di rumah mereka tanpa ada kompensasi dari perusahaan mengenai cost yang dikeluarkan karena rumah mereka sedianya telah dijadikan lokasi produksi layaknya pabrik. Semisal, di malam hari, kedua pekerja rumahan ini –dan juga pekerja rumahan lainya- membutuhkan listrik untuk penerangan agar tetap dapat menyelesaikan orderan dari perusahaan.
Namun, tidak ada kompensasi sama sekali dari perusahaan terkait hal ini. Ruang-ruang paling privat mereka untuk berinteraksi sebagai keluarga pun harus diganggu, karena “pasar” telah masuk hingga ke dapur mereka.
Herdin Perdjoengan Praktisi dan Pendamping Bantuan Hukum LBH Semarang Menuturkan “ratusan pekerja rumahan lain yang bekerja untuk PT Ara Shoes Indonesia dan mengalami kondisi kerja yang sama. Tidak hanya PT Ara Shoes Indonesia, namun banyak perusahaaan lain pada saat ini yang menerapkan sistem pekerja rumahan demi menghemat biaya produksi,” ungkapnya.
Dia juga menambahkan “Apa yang terjadi pada Giyati dan Osela merupakan dampak dari fleksibiltas pasar tenaga kerja sebagai fenomena global saat ini. Para pekerja tidak lagi berada dalam hubungan industrial yang adil serta tanpa adanya kemanan dan kepastian dalam dunia kerja (job security) ” Tandasnya
Meskipun Giyati dan Osela telah bekerja secara loyal, PT. Ara Shoes Indonesia melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Giyati dan Osy Osella tanpa alasan yang jelas. Hak-hak mereka sebagai pekerja pun tidak diserahkan oleh perusahaan dengan alasan mereka bukanlah pekerja dan tidak ada hubungan kerja diantara keduanya.
Padahal, secara normatif, antara Giyati dan Osy Osela Sakti dengan PT Ara Shoes Indonesia telah menunjukkan telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 3 jo. Pasal 1 angka 15 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sehingga alasan tersebut tidaklah relevan.
Dalam sidang perdana yang digelar hari ini, PT Ara Shoes Indonesia hadir dalam persidangan dan telah menyiapkan jawaban terhadap gugatan yang dilayangkan oleh Giyati dan Osy Osela Sakti. Namun ketika ditanya soal AD/ART dan surat kuasa dari perusahaan yang menunjukan bahwa yang bersangkutan mewakili PT. Ara Shoes Indonesia, kedua orang perwakilan perusahaan tersebut tidak dapat menunjukan kepada Majelis Hakim, tetapi sayangnya Jawaban tersebut tetap diterima Majelis Hakim.
Dalam jawabannya, perusahaan tetap bersikeras bahwa Giyati dan Osy Osela Sakti bukanlah pekerja mereka dan tidak ada hubungan kerja diantara keduanya. Padahal, sebelum diadakannya sidang hari ini, telah dilakukan proses Mediasi pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Semarang yang secara hukum membuktikan bahwa Giyati dan Osy Osela Sakti merupakan pekerja dari PT Ara Shoes Indonesia.
“Apa yang dialami oleh Giyati dan Osy Osela Sakti adalah gambaran umum berkaitan dengan kondisi kerja pada Pekerja Rumahan, khususya di Jawa Tengah. Melalui gugatan ini, Giyati dan Osela meminta kepada majelis hakim untuk mempertegas dalam putusannya terkait adanya hubungan kerja antara perusahaan dengan pekerja rumahan. Untuk itu Tim Advokasi untuk Keadilan,” pungkas Herdin