Karawang, KPonline – Perayaan Idul Adha setiap tahun yang dilaksanakan oleh umat Islam sebagian sudah menjadi kewajiban bagi umat Islam yang sudah mampu untuk berkurban. Kurban adalah ibadah menyembelih hewan ternak tertentu pada hari raya Idul Adha sebagai bentuk ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sab’tu (7/6/25)
Secara bahasa, kurban berasal dari kata “qurban” dalam bahasa Arab, yang berarti “dekat” atau “mendekati”. Ibadah kurban menunjukkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT, serta mengikuti sunnah Nabi Ibrahim.
Makna dan Tujuan Kurban bagi Umat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan arti Kurban sebagai bentuk penghambaan dan ketaatan kepada Allah SWT, mendekatkan diri kepada-Nya melalui ibadah menyembelih hewan.
Bentuk Syukur bagi Umat Islam yang melaksanakan Kurban sebagai wujud syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT, termasuk nikmat rezeki yang memungkinkan untuk melakukan kurban.
Pengorbanan bagi Umat Islam yang melaksanakan Kurban sebagai menunjukkan keikhlasan dan kesediaan untuk mengorbankan sesuatu yang dicintai (dalam hal ini, hewan ternak) demi ketaatan kepada Allah.
Mengikuti Sunnah Nabi Ibrahim AS dalam melaksanakan Ibadah kurban memiliki akar sejarah dalam kisah Nabi Ibrahim AS yang rela mengorbankan putranya, Nabi Ismail AS atas perintah Allah SWT.
Ibadah kurban pertama kali muncul pada zaman Nabi Adam AS, ketika beliau memerintahkan kedua putranya, Qabil dan Habil, untuk berkurban. Kurban Habil diterima oleh Allah SWT, sedangkan kurban Qabil ditolak. Meskipun demikian, syariat kurban yang menjadi dasar pelaksanaan Idul Adha berasal dari kisah Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail AS, dalam mimpinya.
Pada Zaman Nabi Adam AS pelaksanaan Kurban sudah ada sejak zaman Nabi Adam AS, yang diperintahkan untuk menyuruh Qabil dan Habil berkurban. Kisah ini menggambarkan pentingnya keikhlasan dan ketaatan dalam berqurban, karena Allah menerima kurban Habil dan menolak kurban Qabil.
Pada Zaman Nabi Ibrahim AS pelaksanaan Kurban diambil dari kisah nyata dari Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan menyembelih Ismail AS menjadi dasar bagi syariat kurban yang disyariatkan kepada umat Islam. Mimpi Nabi Ibrahim AS ini menjadi simbol pengorbanan yang tinggi dan ketaatan kepada Allah SWT.
Pada Zaman Nabi Muhammad SAW pelaksanaan kurban Setelah Nabi Ibrahim AS, ibadah kurban disyariatkan secara resmi pada masa Nabi Muhammad SAW, yang menetapkan waktu dan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya. Nabi Muhammad SAW juga memberikan contoh dengan menyembelih hewan kurban.
Pada saat Pelaksanaan Hari Raya Idul Adha setiap tahunnya Ibadah kurban kemudian menjadi bagian penting dari ritual dan tradisi Idul Adha, yang diperingati setiap tahun oleh umat Islam pada Tanggal 10 Dzulhijah.
Hukum berkurban (qurban) dalam Islam adalah sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan dan sangat diutamakan untuk dilakukan oleh setiap muslim yang mampu.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa kurban hukumnya wajib bagi yang mampu, berdasarkan firman Allah di dalam Al-Kautsar ayat 2. Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa kurban adalah sunnah muakkadah.
Sunnah Muakkadah yang mempunyai arti yaitu Ibadah sunnah yang sangat dianjurkan dan tidak seharusnya ditinggalkan oleh mereka yang mampu.
Adanya mengatakan hukum berkurban itu Wajib (Pendapat Lain) dari Beberapa ulama yang berpendapat bahwa kurban wajib bagi yang mampu, berdasarkan ayat Al-Kautsar dan hadis-hadis terkait.
Ada juga Pendapat dari Jumhur Ulama yaitu bahwa Mayoritas ulama dari berbagai mazhab (Syafi’i, Maliki, dan Hanbali) berpendapat bahwa kurban adalah sunnah muakkadah.
Sebagai Anjuran yang kuat untuk umat Islam Ibadah kurban merupakan bentuk syukur atas nikmat Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Nabi Muhammad SAW sendiri tidak pernah meninggalkan ibadah kurban.
Sedangkan ada ancaman bagi umat Islam yang mampu tetapi tidak berkurban yang dikatakan dari beberapa hadis yang menyebutkan bahwa orang yang mampu tetapi tidak berkurban mungkin akan menghadapi ancaman atau kurang mendapatkan keutamaan ibadah.
Hewan qurban pada pelaksanaan hari raya Idul Adha yang diperbolehkan dalam Islam adalah hewan ternak, yaitu unta, sapi, kambing, dan domba. Selain itu, kerbau juga diperbolehkan karena memiliki kesamaan sifat dengan sapi.
Hewan Ternak (Bahimatul An’am) di dalam Al-Qur’an (QS. Al-Hajj: 34), disebutkan hewan yang diperbolehkan untuk dikurbankan adalah “bahimatul an’am”, yang berarti hewan ternak. Yaitu Unta, Sapi, Kambing, dan Domba. Tentu saja, unta, sapi, kambing, dan domba merupakan jenis hewan ternak yang umum dan diperbolehkan untuk dikurbankan.
Kerbau juga diperbolehkan karena termasuk dalam jenis hewan ternak yang mirip dengan sapi.
Syarat Hewan Kurban pada saat pelaksanaan Hari Raya Idul Adha selain jenis hewan, hewan kurban juga harus memenuhi syarat lain, seperti:
Sehat: Hewan kurban yang akan kita kurban kan untuk disembelih harus sehat tidak boleh memiliki cacat, seperti buta, pincang, atau sakit.
Cukup umur: Hewan kurban yang akan kita kurban kan untuk disembelih harus mencapai usia yang sesuai dengan jenisnya (misalnya sapi minimal 2 tahun, kambing minimal 1 tahun).
Milik sendiri: Hewan kurban yang akan kita kurban kan untuk di sembelih harus merupakan milik orang yang berkurban atau dengan izin pemiliknya.
Secara umum, hewan qurban yang sah dalam Islam adalah unta, sapi, kambing, domba, dan kerbau. Syarat lainnya yang harus diperhatikan adalah kesehatan, cukup umur, dan kepemilikan hewan.
Ibadah kurban dilaksanakan pada hari-hari yang telah ditentukan dalam kalender Islam, yaitu pada hari Idul Adha dan hari-hari tasyrik.
Waktu paling utama untuk menyembelih adalah pada hari pertama setelah pelaksanaan shalat Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijah, namun sah juga dilakukan hingga hari ketiga tasyrik 11-13 Dzulhijah sebelum matahari terbenam.
1. Tanggal 10 Dzulhijjah
Penyembelihan hewan kurban dimulai setelah pelaksanaan shalat Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah. Inilah waktu yang paling utama untuk menyembelih hewan kurban, karena pada saat inilah umat Muslim merayakan Idul Adha dengan penuh kebahagiaan dan rasa syukur.
2. Tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah
Hari-hari setelah Idul Adha, yang dikenal sebagai hari-hari tasyrik, juga merupakan waktu yang sah untuk melaksanakan penyembelihan kurban. Riwayat Jubair bin Mutim dalam sebuah hadits sebagai berikut,
Artinya: “… Seluruh hari-hari Tasyrik adalah waktu penyembelihan.” (HR Ahmad)
Penyembelihan dapat dilakukan hingga matahari terbenam pada tanggal 13 Dzulhijjah. Ini memberikan kesempatan bagi umat Muslim yang belum sempat melaksanakan kurban pada hari pertama untuk melakukannya pada hari-hari berikutnya.
Waktu yang Dianjurkan dalam Hari
Meskipun penyembelihan kurban bisa dilakukan sepanjang hari pada tanggal-tanggal yang disebutkan, ada beberapa anjuran mengenai waktu yang lebih baik:
– Setelah Shalat Idul Adha
Dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban segera setelah shalat Idul Adha dan khutbah selesai pada tanggal 10 Dzulhijjah. Ini mengikuti sunnah Rasulullah SAW yang menyembelih kurban setelah pelaksanaan shalat Id.
– Pagi Hari
Menyembelih kurban pada pagi hari lebih dianjurkan karena memberikan waktu yang cukup untuk mengolah dan mendistribusikan daging kurban kepada yang berhak menerimanya.
Pentingnya menepati waktu penyembelihan melaksanakan penyembelihan kurban pada waktu yang telah ditentukan bukan hanya soal mengikuti aturan, tetapi juga tentang menghidupkan sunnah dan meraih keutamaan ibadah kurban. Penyembelihan yang dilakukan di luar waktu yang ditetapkan tidak dianggap sebagai kurban, melainkan hanya penyembelihan biasa.
Proses penyembelihan dianjurkan dilakukan oleh orang Muslim yang balig, berakal, dan memahami tata cara penyembelihan sesuai syariat Islam.
Ada Hikmah dari Ketentuan waktu menyembelih hewan kurban yaitu
1. Kebersamaan dalam Ibadah
Menyembelih hewan kurban secara serentak pada hari-hari yang telah ditentukan menciptakan rasa kebersamaan di antara umat Muslim di seluruh dunia.
2. Kedisiplinan dalam Beribadah
Menepati waktu yang ditetapkan mengajarkan kedisiplinan dan ketaatan dalam beribadah.
3. Distribusi yang Tepat
Dengan penyembelihan yang dilakukan pada waktu yang sama, pendistribusian daging kurban kepada yang berhak menerima dapat dilakukan dengan lebih efektif dan merata.
Orang yang berkurban boleh memakan daging kurban kecuali orang yang berkurban secara Nadzar tidak boleh memakan daging hewan Kurban.
Bahkan, bila shohibul qurban ingin memberikan lebih dari sepertiga bagiannya untuk fakir miskin, hal itu sangat dianjurkan dalam Islam.
Tiga kelompok yang berhak menerima daging kurban adalah shohibul qurban, kerabat atau tetangga atau teman (meski mampu), dan fakir miskin.
Orang yang berkurban boleh menikmati sebagian daging hewan kurbannya. Bahkan, menurut pendapat mayoritas ulama, orang yang berkurban disunnahkan untuk memakan daging kurbannya, dengan tujuan untuk memperoleh berkah (tabarruk).
1. Kurban Sunnah (Tathawwu’) yaitu
Orang yang berkurban karena sunnah (bukan karena kewajiban seperti nadzar) diperbolehkan memakan daging kurbannya, bahkan disunnahkan.
Penting diingat bahwa daging kurban tersebut tidak boleh diperjualbelikan atau dijadikan sebagai hadiah, melainkan harus dikonsumsi sendiri atau dibagikan kepada keluarga.
Sebagian ulama (Qaul Jadid) menyebutkan bahwa orang yang berkurban boleh memakan daging kurbannya sebanyak sepertiga bagian.
2. Kurban Wajib (Nadzar) yaitu orang yang berkurban dilakukan karena nadzar (janji), maka daging kurban tidak boleh dimakan oleh orang yang berkurban dan keluarganya.
Seluruh bagian hewan kurban, termasuk kulit dan tanduk, wajib disedekahkan kepada fakir miskin.
3. Hikmah Mengkonsumsi Daging Kurban yaitu orang yang mengkonsumsi daging kurban memiliki hikmah tabarruk (memohon berkah) dari Allah SWT. Mengkonsumsi daging kurban juga dapat menjadi sarana untuk mengingat dan mensyukuri nikmat Allah SWT.
4. Ketentuan Pembagian Daging Kurban adalah orang yang berkurban (shoibul kurban) dan keluarganya berhak mendapatkan maksimal sepertiga (1/3) bagian dari daging kurban.
Sisanya wajib dibagikan kepada fakir miskin atau disedekahkan.
Penting untuk diingat bahwa daging kurban tidak boleh diperjualbelikan.
5. Contoh Sunnah Nabi yaitu contoh dari Sunnah Nabi Muhammad SAW yang pernah makan daging hewan kurbannya setelah melaksanakan shalat Idul Adha.
Ini menjadi contoh bagi umat Islam untuk mengikuti sunnah Nabi dalam berkurban dan mengkonsumsi daging kurbannya.
Semoga ibadah kurban yang kita lakukan dan laksanakan diterima oleh Allah SWT dan membawa berkah bagi kita semua.