Jakarta,KPonline – UU Ketenagakerjaan Pasal 156 menyebutkan bahwa dalam hal pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Sebagai contoh, masa kerja delapan tahun atau lebih berhak mendapatkan pesangon sebesar sembilan kali gaji. Lalu untuk uang penghargaan dengan masa kerja tersebut adalah empat bulan gaji. Dengan demikian, total yang didapatkan adalah 13 kali gaji.
Ketua Komite Tetap Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bob Azzam mengatakan kebijakan pemberian pesangon untuk pekerja formal di Indonesia terbilang lebih tinggi dibanding negara lain.
Ia mencontohkan pemerintahan Eropa hanya memberikan tiga kali gaji untuk masa kerja 10 tahun, khususnya Spanyol maksimal tujuh kali gaji.
“Di Indonesia itu bisa sampai 13 kali gaji, kalau diterapkan seperti itu secara teknis pengusaha bangkrut semua,” tutur Bob, Rabu (3/7) kepada media
Pengaturan yang sudah dibuat sejak 16 tahun silam ini dianggapnya membuat pelaku usaha takut untuk masuk ke sektor formal, sehingga memilih bergerak di informal. Pasalnya, pengaturannya tak seketat jika berubah formal.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal kepada media mengatakan aturan nominal pesangon saat ini sudah sangat adil dan berpihak kepada buruh, terutama karena besaran jaminan sosial di Indonesia masih jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara industri lain. Indonesia bahkan belum memiliki asuransi pengangguran (unemployment insurance).
“Kalau pengusaha mempermasalahkan pesangon yang angka pengalinya besar maka harus dilihat secara komprehensif. Jaminan sosial kita sudah benar nggak?” kata Iqbal Kamis (4/7/2019).
Menurut Iqbal, walaupun besaran pesangon di negara lain seperti Malaysia, Singapura, bahkan negara-negara Uni Eropa lebih kecil daripada di Indonesia, namun pekerja di sana mendapatkan unemployment insurance, jaminan sosial serta jaminan pensiun yang nominalnya jauh lebih besar dibanding di Tanah Air.
Dia mengungkapkan, apabila persentase jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT) dan indikator jaminan sosial lainnya yang ada di Indonesia saat ini dijumlahkan, jumlahnya tidak lebih dari 13% gaji pekerja per bulan.
Sebagai perbandingan, di Malaysia jumlahnya mencapai 23% dan Singapura 33%. Bahkan di negara-negara Afrika seperti Zimbabwe dan Gabon besarannya sekitar 15-17% gaji.
“Silakan kalau kita mau mengikuti model Uni Eropa, tapi jaminan pensiun juga harus diperbesar. Unemployment insurance untuk pengangguran antara waktu dia kena PHK dan sebelum dapat pekerjaan baru juga harus ada. Logikanya saat kita bekerja kita bayar pajak ke negara, saat kita menganggur negara bayar kita. Jepang, Singapura, Uni Eropa semuanya punya itu,” jelasnya.
“Makanya kita menolak kalau pengusaha hanya ingin merevisi angka pengali pesangon. Jaminan pensiun kita sepersepuluh-nya Spanyol, unemployment insurance kita nggak ada,” tegasnya.