SE Menaker Tentang THR, Peribahasa Untuk Buruh “Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula

Bandung, KPonline – Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia tertanggal 06 Mei 2020 telah mengeluarkan Surat Edaran (SE), Nomor M/06/HI.00.01/V/2020 Tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 Diperusahaan Dalam masa Pandemi Corona Virus Disease 2019.

Jika menelaah kedalam isi daripada Surat Edaran (SE) tersebut, dalam diktum 2 point (a,b dan c), pada intinya adalah pemerintah dalam hal ini sebagai pemangku kebijakan Kementrian Ketenagakerjaan kembali memberikan kelonggaran kepada pengusaha, untuk boleh mengabaikan peraturan perundang-undangan mengenai pemberian THR sebagaimana sudah termaktub dalam undang-undang Ketenagakerjaan. Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam undang-undang No. 13 Tahun 2003 dan PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, setiap pengusaha wajib membayar THR 100 persen bagi pekerja yang memiliki masa kerja di atas 1 tahun.

Bacaan Lainnya

Lalu bagaimana? kalau pengusaha memakai acuan SE ini dalam hal pemberian THR terhadap pekerjanya?siapa yang akan terdampak?.

Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa saat ini, dampak dari pandemi covid-19, sudah jutaan buruh mengalami pemutusan hubungan kerja dan dirumahkan tanpa mendapatkan uang kompensasi pesangon, bahkan bagi karyawan yang dirumahkan ada yang tidak dibayar upahnya juga ada yang persentasenya sangat kecil, akibat adanya  Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang perlindungan pekerja/buruh dan kelangsungan usaha dalam rangka pencegahan dan penanggulangan COVID-19.

SE yang ditandatangani tanggal 17 Maret 2020 ini ditujukan kepada para Gubernur di seluruh Indonesia, ironisnya terkait upah mentri enggan memberikan perlindungan dan tetap berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha, sehingga kemungkinan besar pertarungan ditingkat PUK banyak yang kalah karena tidak ada perlindungan sama sekali, terkait masalah upah tersebut yang harus dibayarkan bagi pekerja yang dirumahkan.

Lagi-lagi daya tawar serikat pekerja terganjal oleh lahirnya kebijakan yang sama sekali tidak memproteksi pekerja dan semata-mata untuk kepentingan pemodal dengan alasan dampak covid-19, yang berpengaruh terhadap kelangsungan usaha, hal itu adalah alasan yang klise, karena THR itu adalah sesuatu yang wajib di berikan setiap tahun dan tentunya perusahaan sudah ada anggaran yang disisihkan untuk pembayarannya.

Akibatnya, ketika lahirnya SE Menaker tentang THR ini, maka muncul seperti “gayung bersambut” dan bagi pengusaha hal ini merupakan angin segar, tentunya lagi dan lagi pihak pekerja yang terkena imbasnya, karena kemungkinan lahirnya SE ini dimanfaatkan oleh pengusaha untuk menunda, mecicil bahkan tidak membayar THR pada tahun ini.

Sungguh ironi disaat hari raya keagamaan yang dinanti umat islam dengan euforia religi yang kental, tetapi daya beli masyarakat khususnya buruh merosot tajam karena suatu sistem kebijakan yang pro kapitalis.

(Zenk)

Pos terkait