Sampai Di Mana Upah Sektoral?

Batam,KPonline – Diakui maupun tidak, jumlah calon tenaga kerja (pengangguran) di kota Batam jauh lebih besar dibanding dengan permintaan tenaga kerja itu sendiri(excess supply), maka tak heran jika upaya perjuangan mendapatkan upah layak selalu mendapat cibiran dan rasa “iri” dari sebagian masyarakat. Di sisi lain kekuatan tawar tenaga kerja akan kian menjadi lemah. Hal ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tingkat upah, khususnya bagi tenaga kerja dengan tingkat kemampuan rendah,karena lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja.

Bacaan Lainnya

Terhadap pekerja/buruh yang terlalu menuntut macam-macam seperti misalnya menuntut upah yang terlalu tinggi maka tidak segan-segan pengusaha akan menawarkan dua pilihan kepada pekerja/buruh tersebut untuk memilih tetap bekerja dengan upah yang telah ditetapkan atau dilakukan Pemutusan Hubungan kerja (PHK). Di sinilah peran serikat pekerja di uji dan menjadi vital. Ironisnya tidak banyak masyarakat yang tahu peran serikat pekerja, mereka hanya bisa memberi label serikat pekerja identik dengan demo dan menuntut upah tinggi.

Banyak yang tidak tahu ketika pekerja/buruh dihadapkan pada kondisi tersebut, maka tidak ada pilihan lain dan tidak ada daya tawar lagi kecuali memilih untuk tetap bekerja walaupun dengan upah tidak sepadan dengan pekerjaan yang dilakukannya.

Apabila pekerja memilih untuk keluar dari pekerjaannya, pasti pekerja/buruh tersebut akan mengalami kesulitan karena rata-rata kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) para pekerja/buruh hanya pas-pasan sehingga untuk mencari pekerjaan yang lain akan kesulitan karena harus bersaing dengan para pencari kerja yang masih menganggur dan karena lapangan pekerjaan yang sangat terbatas.

 

Untuk itu sangat diperlukan adanya Upah Minimum Kota dan Upah Sektoral sebagai upaya melindungi para pekerja/buruh sehingga upah yang diterimanya dapat menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi dirinya maupun keluarganya dan para pekerja/buruh tidak diperlakukan semena-mena oleh pengusaha yang mempunyai kewenangan dan kekuasaan dibalik kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh para pekerja/buruh.

Upah yang adil bukan berarti bahwa segala sesuatu mesti dibagi sama rata.Keadilan harus dihubungkan antara beban kerja dengan penghasilan. Semakin tinggi beban kerja seharusnya semakin tinggi penghasilan yang diharapkan. Di sinilah pentingnya upah sektoral. Dampak tidak adanya upah sektoral adalah hilangnya keadilan upah untuk pekerja/buruh di sektor-sektor tertentu yang mempunyai beban kerja maupun resiko yang besar pula. Tidak adanya upah sektoral menyebabkan seseorang yang bekerja di galangan kapal yang panas dan beresiko akan mempunyai gaji yang sama dengan penjaga toko di supermarket.

Tahun 2016 pembahasan UMSK Batam berlarut-larut sepanjang tahun, malah SK Gubernur Kepri terkait UMSK itu digugat di pengadilan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri.

Sementara UMSK Batam tahun 2017 pembahasannya juga masih mandek. Bahkan, terancam gagal, karena tak ada kesepakatan bipartit antara pengusaha dan asosiasi pekerja. Penentuan angka upah sektoral yang tak berkesudahan, menjadi salah satu faktor molornya pembahasan ini.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kepri, Tagor Napitupulu, meminta agar seluruh kabupaten dan kota, segera menggesa angka UMSK, sehingga bisa langsung ditetapkan. Tentunya, harus ada kesepakatan kedua belah pihak. Pada suratnya yang tertanggal 19 April 2017 kepada aliansi serikat pekerja Tagor meminta pembahasan ulang UMSK Batam 2017.

Tagor menegaskan , untuk dapat menentukan angka UMS, masing-masing pekerja dan pengusaha harus membentuk asosiasi di setiap sektor sesuai dengan permenaker maupun PP 78/2015. Kemudian, sektor dari pengusaha yang telah dibentuk melakukan musyawarah dengan asosiasi sektor dari pekerja. “Kalau ini tetap tidak sepakat. Angka UMS tidak akan bisa ditetapkan,” katanya beberapa waktu lalu kepada media

Permasalahan utama yang terjadi mengenai penetapan upah minimum maupun sektoral adalah kekeliruan penafsiran tentang arti upah itu sendiri. Banyak pengusaha menafsirkan bahwa Upah Minimum adalah tingkat upah pekerja/buruh. Sehingga apabila pengusaha telah membayar upah sebesar Upah Minimum tanpa mempertimbangkan tingkat, masa kerja, dan lain sebagainya sudah dianggap memenuhi ketentuan yang berlaku.

Upah merupakan salah satu aspek yang sensitif di dalam hubungan kerja dan hubungan industrial. Antara 70 – 80 % kasus yang terjadi dalam hubungan kerja dan hubungan industrial mengandung masalah pengupahan dan berbagai segi yang terkait, seperti tunjangan, kenaikan upah, struktur upah, skala upah dan lain sebagainya. Oleh karena itu tidak mustahil apabila manajemen perusahaan senantiasa memberikan perhatian yang cukup besar mengenai pengupahan di perusahaan masing-masing.

Perlu kebijaksanaan dan keseriusan dalam penetapan upah sebagai upaya untuk memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh sehingga dalam penetapan Upah Minimum mampu memberikan jaminan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan kelangsungan hidup mereka.(ete)

Pos terkait