Saat-saat Terakhir di Pabrik; Bersama FSPMI Merebut Hak

Serikat Pekerja

Bekasi, KPonline – Saya lahir di Madiun, tanggal 13 Januari 1979. Jujur saja, saat ini saya sudah berkeluarga. Saat ini Allah memberikan kepercayaan kepada saya 2 anak perempuan dan 2 anak laki-laki. Kami sekeluarga tinggal di sebuah perumahan yang terletak di Bekasi.

Hingga saat ini, kurang lebih sudah 20 tahun saya menetap di kabupaten yang berjuluk kota industri ini.

Bacaan Lainnya

Kedatangan saya ke Bekasi, berawal dari keinginan untuk merubah nasib demi masa depan yang lebih baik. Itu terjadi pada akhir tahun 1997. Setelah menamatkan pendidikan menengah tingkat atas.

Di Bekasi, tempat tujuan yang adalah Tambun. Tempat saudara dari Ayah saya yang sudah terlebih dahulu merantau dan bekerja di satu perusahaan tekstil di sini.

Kurang lebih 4 bulan dalam penantian, pada bulan Maret 1998, saya diterima bekerja sebagai operator Produksi di bagian Printing di PT. CMKS Indonesia. Perusahaan ini terletak di Kawasan Industri East Jakarta Industrial Park (EJIP), yang memproduksi Printed Circuit Board (PCB).

Satu bulan setelah bekerja, saya memutuskan untuk hidup mandiri dan mengontrak bersama teman satu kerjaan. Setelah 3 (tiga) bulan menjalani masa Training, akhirnya bersama puluhan pekerja yang lain, saya diangkat menjadi karyawan tetap. Sesuatu yang menjadi impian setiap orang ketika bekerja di perusahaan.

Tahun 2002, beberapa teman kerja saya, khususnya yang sudah senior memberanikan diri dan menetapkan hati untuk berkumpul dan bersepakat bergabung dengan salah satu serikat pekerja. Saat itu ada beberapa pilihan, mau bergabung ke serikat pekerja yang mana.

Akhirnya setelah beberapa orang tersebut mengkoordinir karyawan yang lain untuk ikut bergabung, kami sepakat bergabung dengan Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI).

Di FSPMI, saya hanyalah anggota. Tidak punya jabatan apa-apa. Tetapi saya tahu, setiap orang harus siap dipimpin jika ingin sebuah organisasi maju. Karena itulah, saya berusaha aktif dan patuh pada instruksi Pimpinan Unit Kerja (PUK), saat mereka memberikan instruksi.

Saat Pimpinan Cabang FSPMI memberikan instruksi untuk melakukan demonstrasi terkait kebijakan Pemerintah yang tidak pro kepada buruh, beberapa kali saya ikut ke Jakarta bersama buruh-buruh yang lain. Mogok kerja di perusahaan sendiri pun pernah saya ikuti, karena itu adalah instruksi dari PUK. Saat itu, ada kebijakan dari perusahaan yang kurang berpihak kepada buruh. Memberikan dukungan atau bersolidaritas kepada buruh di perusahaan yang lain yang sedang memiliki masalah hubungan kerja dengan manajemen perusahaan adalah hal yang biasa saya lakukan, karena motto kita adalah “SOLIDARITY FOREVER.”

Organisasi tempat saya bernaung mulai berkembang dengan banyaknya pekerja di perusahaan lain yang menyadari pentingnya berserikat. Hingga kemudian SPMI menjadi Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI).

Setelah sekitar 10 tahun saya bekerja dengan rajin dan berusaha memberikan hasil kerja yang terbaik buat Perusahaan saya, di pertengahan tahun 2008, tepatnya tanggal 28 Juli, awan mendung menyelimuti langit PT. CMKS Indonesia. Setelah pihak manajemen yang mewakili Perusahaan menyatakan bahwa Perusahaan akan ditutup.

Mengapa bisa tutup? Entahlah, banyak pekerja yang bertanya-tanya, karena mereka merasa dan melihat bahwa kondisi perusahaan tidak terlihat ada masalah yang berarti.

Banyak diantara kami yang shock, bahkan ada yang pingsan saat perwakilan manajemen perusahaan mengumumkan pemberitahuan Penutupan perusahaan tersebut.

Beruntung bagi kami yang sudah menjadi anggota dan bernaung di FSPMI. Dimana saat kami bermasalah dengan adanya rencana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), PUK dan Pimpinan Cabang FSPMI bekerja dengan ekstra keras tanpa mengenal lelah. Mereka bergerak dan berpikir bagaimana caranya agar kami yang terPHK ini mendapatkan Pesangon yang layak, minimalnya berdasarkan ketentuan yang telah tertuang dalam Undang-undang ketenagakerjaan. Bahkan mereka berusaha agar pesangon yang kami terima, lebih dari ketentuan perundang-undangan tersebut.

Hal tersebut mereka lakukan dengan pertimbangan, bahwa ketika kami sudah tidak bekerja di perusahaan lagi, pesangon yang didapat tersebut cukup untuk modal usaha yang lain demi melanjutkan kehidupan diluar pabrik yang memang tidak mudah.

Saat menunggu hasil perundingan antara PUK dengan Manajemen Perwakilan Perusahaan, saya diberikan mandat sebagai Wakil Pangkorlap yang membawahi beberapa wilayah dimana teman-teman kerja saya bertempat tinggal. Tujuannya adalah untuk mengkoordinir mereka saat Piket masuk kerja, guna menunggu hasil dari perundingan tersebut, sekaligus menjaga Aset Perusahaan.

Setelah kurang lebih 3 (tiga) bulan lamanya perundingan, akhirnya ada kesepakatan antara PUK yang mewakili Pekerja dengan perwakilan perusahaan. Kami sangat bersyukur, karena hasil yang dicapai melebihi ketentuan perundang-undangan. Walaupun begitu, memang harus diakuti, masih ada saja beberapa teman kerja saya yang merasa kurang puas dengan pencapaian tersebut.

Demikian sedikit perjalanan saya menjadi pekerja dan anggota Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia. Tidak terbayangkan jika perusahaan menyatakan tutup pabrik kami tidak memiliki serikat pekerja. Tentu kami tidak memiliki daya dan upaya untuk memperjuangkan hak-hak kami.

==========
Tulisan ini merupakan hasil praktek pelatihan menulis yang diselenggarakan PUK SPAMK FSPMI PT Musashi di Training Center FSPMI, dimana Supriadi Erte menjadi salah satu peserta. Jika organisasi (PUK/PC/KC) di wilayah anda membutuhkan jasa pelatihan menulis, hubungi redaksi KPonline pada email: koranperdjoeangan@gmail.com. KKami akan dengan senang hati untuk berbagi dan belajar bersama. Baca juga tulisan menarik lainnya dari Peserta Pelatihan Menulis.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *