Rujukan Berbasis Kompetensi Perlu Dukungan Semua Pihak

Bogor, KPonline – Pada 19 November 2018 saya bersama Ketua Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) Cabang Bogor menghadiri undangan sebagai Narasumber pada acara “Dialog Stake Holders Program Rujukan dan Jaminan Kesehatan Nasional” di D’Anaya hotel kota bogor.

Acara yang dibuka oleh Sekda Kota Bogor dan diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kota Bogor dalam acara tersebut dihadiri oleh semua stakeholders diantaranya Kepala Puskesmas sekota bogor, Kepala Rumah Sakit se kota bogor, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kota Bogor, BPJS, Dinsos , Disdukcapil, Bapedda, LSM dan Perwakilan tokoh masyarakat, juga media.

terkait Sistem Rujukan Berbasis Kompetensi (Online) yang dikluarkan oleh BPJS Kesehatan, saya rasa cukup bagus karena sistem rujukan menjadi cukup lebih efektif dimana sebelumnya fktp merujuk hanya asal rujuk sehingga kadang banyak pasien yang dirujuk tidak tepat, seperti dokternya tidak ada, atau sarprasnya tidak ada, bahkan ada juga kertas rujukan yang hilang, dll.

Dengan adanya sistem rujukan berbasis kompetensi dimana fktp bisa merujuk pasien sesuai dengan kebutuhan pasien melalui PCARE, namun fktl juga harus selalu update kompetensinya melalui HFIS.

Lalu apa sih rujukan itu? “Sistem Rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengaturpelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal” (Permenkes, nomor 001 th 2012).

Lalu apa Sistem Rujukan Online Berbasis Kompetensi JKN-KIS?

“Adalah Digitalisasi proses rujukan berjenjang untuk kemudahan dan kepastian peserta dalam memperoleh layanan di rumah sakit disesuaikandengan kompetensi, jarak dan kapasitas rumah sakit tujuan rujukan berdasarkan kebutuhan medis pasien” (BPJS Kesehatan)

Namun tetap sistem rujukan berbasis kompetensi ini harus terus diperbaiki karena ternyata untuk beberapa rumah sakit sub spesialis menjadi sebuah masalah dimana terjadi penurunan pasien rawat jalan hingga 50% dengan adanya sistem rujukan ini. Betul dalam aplikasi pcare ada Menu “Kondisi Khusus” untuk mengakomodir peserta yang sudah pernah melakukan perawatan (rutin) dengan kondisi/keperluan seperti 9 diagnosis ini yaitu Hemodialisa,Thalasemia, Hemofili, Jiwa, Kusta, TB-MDR, Kemoterapi, Radioterapi,HIV-ODHA.

Regulasi Rujukan dalam Permenkes 01/2012 Pasal 2 ayat4 dan5 : Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanankesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik

Pasal 4 ayat 1 –3 :
1) Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.

2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.

3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.

Dalam Permenkes tersebut tidak disebutkan klas A, B, C, atau D akan tetapi kondisi sistem rujukan saat ini memaksa pasien harus melewati type atau klas rs dari D, ke C, dari C ke B baru ke A diluar diagnosis yang saya sebutkan diatas.

Saya ambil contoh salah satu rumah sakit memiliki 3 dokter Sub Spesialistik dan memiliki 10 dokter spesialis, akibat adanya rujukan Online yang mana jika belum full rs type C maka type B belum bisa terbuka 10 dokter spesialis tidak ada kerjaan dan bahkan bisa saja rs tersebut melakukan PHK bagi para medisnya. tidak hanya itu masyarakat yang datang ke IGD lalu operasi ring jantung di rs type B atau A juga diharuskan kembali ke fktp lalu ke type C hanya untuk antri minta rekomendasi rujukan.

Oleh karena itu maka perlu Penataan distribusi provider (regionalisasi) Capacity planning, Fungsi gatekeeper, Standarisasi pelayanan (standar sdm sarana, prasarana, guideline) Pengaturan kewenangan, Rujuk balik serta infrastruktur pendukungnya, Insentif yang mendukung (Prospektif), Sistem informasi yang kontiniu,akurat serta up-to-date (real time), Standarisasi administrasi, Kebijakan pelayanan kegawat daruratan/EMS, Monev, Sosialisasi konsep baik kepada provider maupun peserta.

Bogor, 20 November 2018

Terimakasih

Heri Irawan
Deputy Direktur Advokasi dan Relawan Jamkes Watch