Ridwan Kamil Keluarkan SK UMK Jawa Barat 2022 Sesuai PP 36, DPW FSPMI Jabar : Gubernur Tidak Pro Rakyat

Bandung, KPonline – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil akhirnya secara resmi mengeluarkan Surat Keputusan (SK) UMK se-Jawa Barat tahun 2022 dengan Nomor 561/Kep.732-Kesra/2021 yang isinya sesuai dengan PP 36 tahun 2021.

UMK yang direkomendasikan oleh Bupati dan Walikota dari seluruh daerah di Jawa Barat yang rata-rata mengalami kenaikan 5 hingga 7% diabaikan Ridwan Kamil. Bahkan UMK Kabupaten Bekasi yang sebelumnya direkomendasikan naik 5,51%, akhirnya menjadi 0 % atau tidak naik sama sekali. Sontak, hal ini membuat ribuan buruh Jawa Barat kecewa.

Ketua DPW FSPMI Jawa Barat Suparno menyatakan kekecewaannya di hadapan para buruh yang sejak pagi, Selasa (30/11/2021), hingga dini hari telah menunggu dikeluarkannya SK UMK Gubernur Jawa Barat.

Suparno dengan tegas mengatakan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tidak pro rakyat dan hanya mementingkan jabatannya saja.

“Inilah cermin pimpinan daerah kita khususnya di Jawa Barat yang sama sekali tidak berpikir terhadap rakyatnya. Dia hanya berpikir terhadap jabatannya. Hanya ketakutan subsidi dari pemerintah pusat dihilangkan, hanya ketakukan jabatannya dicopot sehingga yang dikorbankan adalah rakyatnya,” tegas Suparno di depan Gedung Sate, Rabu (01/12) dini hari.

Suparno menambahkan dirinya sebagai Ketua DPW FSPMI Jawa Barat memastikan akan kembali mengeluarkan instruksi aksi lanjutan dengan aksi skala besar-besaran di seluruh Jawa Barat.

“Yang pasti kita tidak akan pernah berhenti dan tidak akan pernah menyerah untuk melawan upah murah. Kita akan terus melawan, sampai kapan? Sampai kita mati. Sepakat kawan-kawan?” tanya Suparno kepada massa buruh FSPMI Jawa Barat.

Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal (Sekjend) DPP FSPMI Sabilar Rosyad menyebut FSPMI besok akan melakukan rapat antara DPP dan DPW se-Indonesia untuk menentukan langkah strategis perjuangan selanjutnya dalam menyikapi Surat Keputusan Gubernur tentang UMK 2022.

Sebelumnya, pada tanggal 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa undang-undang Cipta Kerja (Omnibus Law) bertentangan dengan UUD 1945 (inkonstitusional) bersyarat.

Dalam Amar Putusan MK angka 7 menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang no. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

MK juga memerintahkan kepada DPR dan pemerintah untuk memperbaiki undang-undang Cipta Kerja dalam kurun waktu 2 tahun sejak dibacakan putusan MK.

Reporter : Wiwik
Editor : Edo