Ramadhan dan Aksi-aksi Perlawanan Yang Tak Padam

Jakarta, KPonline – Dalam seminggu ini, buruh Smelting kembali melakukan aksi di tiga tempat: DPR RI – Menara Mulia – Kemenaker. Itu artinya, ini adalah minggu ketiga, secara berturut-turut, mereka menggelar aksi di Jakarta.

Tentu saja, butuh energi besar untuk bisa melakukan aksi berkelanjutan seperti ini. Terlebih lagi mereka datang jauh-jauh dari Gresik, Jawa Timur.

Tidak hanya di Jakarta, sebuah seruan solidaritas juga datang dari kota Bekasi. Adalah PUK SPL FSPMI PT Papa Jaya Agung yang melakukan aksi mogok kerja dan unjuk rasa.

Aksi serupa juga dilakukan di banyak tempat oleh berbagai elemen rakyat.

Ramadhan bukan alasan untuk bermalas-malasan. Justru makin teguh. Makin kukuh. Mereka berkeyakinan, apa yang diperjuangkan adalah sebuah kebaikan. Untuk hal baik di bulan baik, hal yang wajar jika kuantitas dan kualitas dilipatgandakan. Perlawanan yang terus berlangsung, menjadi salah satu bukti akan keteguhan itu.

Darimana datangnya energi yang dahsyat ini, sedang sebagian besar dari mereka berpuasa? Bukankah penyelesaian masalah dengan dialog, duduk bersama di atas meja perundingan akan lebih baik?

Di atas kertas, bisa jadi pendapat itu benar. Perundingan adalah jalan terbaik. Mungkinkah buruh-buruh Smelting itu mau jauh-jauh demo ke Jakarta selama berminggu-minggu jika masalahnya bisa selesai di meja perundingan? Mungkinkah buruh Papa Jaya Agung itu mau berunjuk rasa dalam situasi Ramadhan ketika ada titik temu dalam pertemuan bipartit?

Masalahnya adalah, perundingan dan dialog menemui jalan buntu. Sementara penegakan hukum lemah. Tak ada tindakan tegas untuk pengusaha yang telah berbuat salah. Dalam situasi buntu seperti ini, pilihannya adalah unjuk kekuatan: aksi.

Tentang lapar dan dahaga, bagi mereka sudah biasa. Ujian ini sudah lama mereka lalui.

Justru di bulan-bulan seperti inilah kebutuhan ekonomi sedang tinggi-tingginya. Tak lama lagi lebaran. Musim kenaikan kelas, bagi mereka yang memiliki anak usia sekolah. Sementara kasus tak kunjung selesai. Secara psikologis, hal yang mudah dipahami jika perlawanan mereka bukannya surut, tapi malah makin menghebat.

Mestinya ini menjadi perhatian pihak terkait, untuk tidak menjadikan permasalahan ini berlarut-larut. Sebab jika dibiarkan, bukan tidak mungkin akan menimbulkan efek sosial yang jauh lebih besar.

Foto: Wiwik