Rakyat Miskin Tak Punya Tanah, Taipan Kuasai 75 Persen Tanah Indonesia

Jakarta,KPonline – Berdasarkan laporan Bank Dunia, sebanyak 74 persen tanah di Indonesia dikuasai oleh 0,2 persen penduduk. Termasuk penguasaan lahan 5 juta hektar oleh taipan yang pernah dinobatkan sebagai orang terkaya pertama di Indonesia.

Idealnya distribusi tanah mengikuti formula 1 juta untuk orang kaya, 2 juta untuk kelas menengah, dan 3 juta untuk masyarakat miskin.Distribusi tanah yang terjadi saat ini menunjukkan negara telah dimiliki sekelompok kecil penduduk. Sementara orang miskin tidak memiliki celah untuk keluar dari kemiskinannya karena mereka tidak mempunyai tanah.

Bacaan Lainnya

Banyaknya tanah di Indonesia yang dimiliki oleh segelintir orang ini menimbulkan terjadinya ketimpangan struktur penguasaan tanah yang sangat menonjol. Struktur penguasaan dalam hal ini adalah susunan sebaran atau distribusi, baik mengenai pemilikan (penguasaan formal), maupun penguasaan efektif (garapan / operasional) atas sumber-sumber agraria, juga sebaran alokasi atau peruntukannya.

Sejak 2007 para pemilik modal diperbolehkan menguasai lahan paling lama 95 tahun. Ditambahkannya, hingga kini 175 juta hektar atau setara 93 persen luas daratan di Indonesia dimiliki para pemodal swasta/asing.

Tak heran, jika persoalan ketimpangan penguasaan dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah ataupun sumber daya alam selalu menjadi pemicu konflik. Pemerintah membabi buta dalam memberikan izin dan hak eksploitasi hutan, lahan tambang, perkebunan besar, dan pembukaan tambak tanpa mempertimbangkan nasib warga yang hidup dari lahan tersebut.

Ekspansi dan penguasaan lahan besar-besaran yang dilakukan beberapa pengembang dan pemilik modal lainnya selama dua dekade terakhir mencerminkan ketidakbecusan negara dalam menata ruang dan menata wilayahnya.

Pemerintah pusat dianggap kalah cepat dari pengembang dan terlalu lambat bergerak dalam mengantisipasi konsekuensi globalisasi yang terjadi. Saat arus dana asing mengalir deras, sementara di satu sisi lahan di Jadebotabek terbatas dan harganya melonjak, pengembang melakukan terobosan dengan mencari lahan di kawasan lain yang harganya jauh lebih murah.
Konglomerat-konglomerat properti macam Ciputra Group, Agung Podomoro Group, Sinar Mas Land Group, dan Lippo Group, sekadar menyebut nama, pintar mengonversi situasi keterbatasan lahan dan ketidaktegasan pemerintah menjadi peluang. Alhasil, mereka “mengangkangi” ribuan bahkan puluhan ribu hektar lahan di beberapa kawasan di seluruh Indonesia.

Penguasaan lahan oleh segelintir konglomerasi itu juga merepresentasikan bahwa pemerintah tidak punya visi jauh ke depan. Padahal dalam UUD 45 (disebutkan) bahwa tanah dan kekayaan alam yang terkandung di negeri kita harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Inilah esensi demokrasi Pancasila. SayaIndonesia, Kemana Tanah Saya?

Lihatlah hidup di desa
Sangat subur tanahnya
Sangat luas sawahnya
Tapi Bukan Kami Punya

Pos terkait