Puisi : Omnibus Law

Pagi ini terasa berbeda dengan pagi yang biasa ku jalani.
Sang Surya tiba, namun tak berbagi keramahan juga kehangatan.

Sementara Aku…
Yang Belum tersadar.
Hanya berusaha terbiasa.
Hingga senyuman luput dari sebuah tatapan.

Bacaan Lainnya

Pertanda apa gerangan ???

Ketika tanya mengetuk pintu hati, kegelisahan terlukis di dinding sepi,
Perlahan aturan datang melemahkan sejuta harapan.
Dan Aku… masih mencoba untuk bertahan.

Mencoba Meraba asa, mengartikan diri
Membuka mata dan interopeksi.

Seberkas cahaya datang,
menyampaikan sebuah pesan tentang perubahan, dan cara perlawanan.

Tersadar… !!!

Hidup adalah rangkaian perjalanan.
Lantas ku kokohkan pendirian atas banyak pilihan. FSPMI mantap di hati.

Ku persiapkan indera pendengaran ku
Ku tajamkan kepekaan jiwa ku
Ku angkat bulat kepal tinjuku
Dan ku teriakan kata, “Laawwaaan…!!!”
Kepada wujud dan bentuk ketidakadilan dan kekejaman zaman.

Ku songsong cerah meski harus lelah.
Kuraih…dan kuraih…
meski harus perih.

Menjelang siang terik matahari mulai membakar,Melumat niat, lemahkan pikiran.
Dari semua itu tersisa satu cahaya yang memandu semangat berjuang.
Demi keadilan dan perubahan.

Tiba di awal senja …
Dibawah sadar dan sisa tenaga
Aku masih berdiri menghadap dan menatap
Ketidakadilan sebagai bentuk perlawanan.

Di ujung senja …
tampak remang tanpa bayang
Arogansi tergambar jelas dalam sebuah kanvas.

Dajjal yang bernama Omnibus Law adalah Sebuah ancaman bagi masa depan.
Buah pemikiran para durjana bak Rahwana raja.
Mengintai dan melumat kesejahteraan, mengikis kasih di sebuah peradaban.

Penulis : Heru Sasmita

(Penulis adalah peserta pendidikan dasar media dan fotografi jurnalistik yang diadakan KC FSPMI Bekasi, 28 Maret 2022).

Pos terkait