Polling Netizen : Menolak Gubernur Upah Murah

Jakarta, KPonline – Menjelang hari pemilihan Kepala Daerah serentak tanggal 15 Februari 2017, termasuk pemilihan Gubernur di DKI Jakarta, akun twitter @gm_dki melakukan polling untuk menjaring aspirasi masyarakat. Khususnya kalangan buruh yang bersentuhan langsung dengan kebijakan Gubernur terpilih terkait penetapan UMP/UMSP.

Hasilnya cukup mengejutkan. Sebanyak 97% responden menyatakan tidak akan memilih Gubernur yang pro terhadap upah murah. Sebanyak 7% memilih calon nomer 1 dan 90% memilih calon nomor 3. Hal ini sedikit banyak memberi gambaran, bahwa kaum buruh sudah bosan dengan pemimpin yang hanya umbar janji. Tapi faktanya tidak pernah berpihak pada rakyat.

Bacaan Lainnya

Sebagaimana diketahui bersama, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (non aktif) telah menandatangani besaran upah minimum provinsi (UMP) DKI 2017 sebesar Rp 3.355.750. Meski keputusan tersebut diklaim sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan (PP 78/2015), tapi pihak buruh banyak yang keberatan dengan keputusan tersebut. Karena dianggap melanggar Undang Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Keputusan diatas mengabaikan usulan dari perwakilan serikat pekerja yang menghitung besaran UMP berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Serikat Pekerja menyatakan telah menggelar survei di tujuh pasar tradisional dan dua pasar modern untuk menghitung kebutuhan hidup layak (KHL). Hasil survey menunjukkan KHL di Jakarta naik menjadi Rp 3,4 juta per bulan, kemudian ditambah pertumbuhan ekonomi 5,74 persen, ditambah inflasi Jakarta 1,6 persen. Usulan pekerja Rp 3.831.690 atau naik sekitar 23 persen.

Padahal di luar DKI, ada banyak Kepala Daerah yang mengabaikan PP 78/2015 dan menggunakan Undang-Undang 13 Tahun 2003 sebagai acuan penetapan UMP di daerahnya.

Buruh semakin cerdas, semakin paham dalam memilih. Pemimpin yang tidak pernah pro terhadap kaum buruh akan ditinggalkan dengan sendirinya. Apalagi Gubernur yang selalu menetapkan UMP dengan dasar PP 78/2015 bisa dipastikan akan banyak kehilangan suara. buruh DKI Jakarta tidak butuh “Gubernur Upah Murah”.

(Jim)

Pos terkait