Jenewa, KPonline — Sidang International Labour Conference (ILC) ke-113 yang diselenggarakan oleh International Labour Organization (ILO) di Jenewa memanas akibat pembahasan panjang dan penuh ketegangan terkait status pekerja transportasi online di berbagai negara.
Dalam sidang Komite Platform yang berlangsung hingga larut malam selama beberapa hari terakhir, terjadi deadlock berulang kali. Pembahasan yang menjadi sorotan utama adalah terminologi dan pengakuan formal terhadap para pengemudi ojek online yang selama ini disebut sebagai “mitra”, bukan pekerja. Perdebatan ini menjadi titik krusial karena menyangkut hak dasar buruh di era ekonomi digital.
Buya Fauzi, delegasi dari unsur buruh Indonesia yang mewakili Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), menjadi salah satu tokoh kunci dalam perundingan di Komite Platform tersebut. Ia menekankan bahwa jutaan pekerja platform digital di seluruh dunia tidak boleh dibiarkan tanpa perlindungan hukum yang memadai.
Akhirnya, seluruh delegasi buruh dari berbagai negara sepakat untuk mendorong penggantian istilah “mitra ojek online” menjadi “Pekerja Platform Digital”. Mereka juga menegaskan bahwa isu ini harus diangkat dalam bentuk Konvensi ILO, bukan sekadar Rekomendasi, seperti yang sempat diajukan oleh perwakilan pengusaha dari berbagai negara.
Sikap negara-negara anggota sempat terbelah. Sebagian mendukung dikeluarkannya konvensi yang mengikat secara hukum, sementara sebagian lainnya ingin menyerahkan pengaturan ini ke dalam kebijakan nasional masing-masing.
Pemerintah Republik Indonesia, melalui Kementerian Tenaga Kerja, pada awalnya berada di kubu yang menolak konvensi dan lebih memilih pendekatan “dialog sosial” dalam merumuskan aturan terkait platform digital. Namun, berkat upaya intensif dari delegasi buruh Indonesia di Komite Platform, termasuk lobi yang dilakukan oleh KSPI dan serikat-serikat buruh lainnya, sikap pemerintah Indonesia berubah.
Pada saat sesi voting akhir, Pemerintah Indonesia akhirnya mendukung dikeluarkannya Konvensi dan Rekomendasi ILO mengenai pekerja platform digital. Hal ini menjadi langkah bersejarah dan sinyal kuat terhadap pengakuan formal pekerja digital di tingkat global.
Dengan hasil ini, ILC ke-113 PBB tahun 2025 resmi memutuskan untuk mengeluarkan Konvensi ILO tentang Pekerja Platform Digital, sebuah capaian besar dalam sejarah perjuangan buruh internasional di era digitalisasi ekonomi.