Pesan Untuk Kamu Yang Ngotot Bu Risma ke Jakarta

Surabaya, KPonline – Ketika ramai adanya kabar mengenai walikota Surabaya Tri Rismaharini yang digadang-gadang menjadi Gubernur DKI Jakarta, di Surabaya wacana ini pun menjadi buah bibir. Khususnya di kalangan aktivis buruh.

Risma dikesankan sebagai seorang yang sempurna sebagai pemimpin di suatu daerah. Namun dibalik itu semua, ternyata ada  kekurangan yang sangat patut untuk menjadi bahan pertimbangan. Terutama bagi kaum buruh bila ingin memilih Risma menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Bila melihat tiga tahun ke belakang saat menjabat sebagai walikota Surabaya, banyak aktivis buruh yang  menilai Risma tidak berpihak pada kepentingan buruh. Dia bahkan sering menolak bertemu buruh yang ingin mengadukan atau memberikan pandangan terkait permasalahan perburuhan. Ketika hari buruh pun, yang difikirkan adalah bukan bagaimana bertemu dengan buruh. Risma justru mengerahkan pegawainya untuk menjaga agar taman-taman kota tidak sampai rusak oleh buruh. Padahal buruh juga warga yang cinta akan keindahan kota.

Aktivis FSPMI Agus Supriyanto menilai, Risma hanya berpihak kepada kaum menengah keatas dengan hanya fokus pada keindahan kota, namun melupakan bagaimana nasib buruh dan rakyat kecil.

Contoh paling gampang, Risma ternyata juga melakukan penggusuran terhadap rakyat kecil. Hal yang lain, terkait dengan penetapan upah minimum. Ada aturan tidak tertulis, jika UMK Surabaya harus tertinggi di Jawa Timur, karena merupakan ibukota provinsi. Ini diamini hampir seluruh buruh di Jawa Timur. Namun hal ini tidak direspon baik oleh Risma. Bahkan dia membuat keputusan yang berdampak besar bagi daerah lain. Tahun 2015, dia merekomendasikan upah minimum sebesar 2,4 Juta. Padahal kepala daerah lain (terutama Ring I) rata-rata sudah merekomendasikan sebesar 2,7 Juta.

Di bidang pengupahan, wanita kelahiran Kediri ini juga acap kali tidak bisa menunjukkan sikap tegas. Risma terkesan lepas tangan saat Dewan pengupahan Surabaya merekomendasi usulan upah minimum.

Tanpa inisiatif, bahkan seolah-olah Risma menyerahkan bola panas UMK kepada gubernur Jawa Timur untuk memutuskan nilainya. Tentunya, sikap Risma yang seperti ini sangat meresahkan buruh Surabaya. Sementara itu, bagi buruh buruh Jawa Timur secara keseluruhan, tentunya akan nurunkan nominal rekomendasi dari daerah karena adanya kebiasaan dimana UMK Surabaya harus yang tertinggi di Jawa Timur.

Lalu bagaimana bila Risma memimpin Jakarta? Bila di Surabaya saja buruhnya tidak diperhatikan nasibnya, yang dipentingkan hanyalah taman-taman kota, lebih khawatir saat tanaman kota rusah dan bukannya lebih khawatir rakyat tidak sejahtera, ini tentu akan mengecewakan. Taman dan keindahan kota memang baik. Tetapi jauh lebih baik adalah meningkatkan daya beli masyarakat, yang salah satu caranya adalah dengan meningkatkan pendapatan atau upah. Juga memastikan adanya kepastian kerja, dengan memastikan tidak ada lagi buruh kontrak dan outsourcing.

Seperti Ahok, Risma pun melakukan penggusuran secara paksa. (*)