Pertengahan Desember 2022, Buruh Siapkan Mogok Besar Jika Upah Masih Memakai Rumus PP 36/2021

Jakarta,KPonline – Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah bahwa UMP tahun depan akan naik sesuai dengan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Beleid ini merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja yang bersifat inkonstitusional bersyarat, sehingga aturan turunannya pun demikian.

Bacaan Lainnya

“Supaya tidak ada kekosongan hukum, dasar hukum pertama PP Nomor 78 Tahun 2015 yaitu kenaikan UMP dan UMK adalah sama dengan inflasi tambah pertumbuhan ekonomi. Atau dibuat Peraturan Menteri Tenaga kerja atau Permenaker yang baru khusus UMP dan UMK 2023,” ujar Said dalam konferensi pers, Rabu (16/11).

Presiden Partai Buruh mengeluhkan upah buruh tidak pernah naik dalam 3 tahun terakhir seiring kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Ia mencermati daya beli buruh menurun 30 persen, sehingga kenaikan upah tidak bisa mengandalkan PP Nomor 36 tahun 2021.

“Akibat kenaikan BBM, inflasi secara umum Januari-Desember 2022 yang diprediksi pemerintah sebesar 6,5 persen, tinggi sekali. Harus ada penyesuaian barang terhadap kenaikan upah,” sambungnya.

Ia mengatakan, inflasi 6,5 persen tersebut sudah mencakup kenaikan BBM. Tak hanya BBM, inflasi pada sektor pangan tumbuh 15 persen, sektor transportasi tumbuh lebih dari 30 persen, dan inflasi sewa rumah sebesar 12,5 persen.

“Litbang Partai Buruh memprediksi, pertumbuhan ekonomi bisa berkisar rata-rata 4-5 persen Januari-Desember 2022. Kalau inflasi 6,5 persen dan pertumbuhan ekonomi 4-5 persen, yang paling masuk awal angka kompromi di atas 6,5 persen dan ditambah alfa (atau pertumbuhan ekonomi),” kata Said.

Said menegaskan, apabila Menaker memaksakan menggunakan PP Nomor 36 tahun 2021, buruh akan melakukan aksi mogok nasional pada pertengahan Desember. Mogok ini diikuti oleh 5 juta buruh di seluruh provinsi Indonesia.

“Puluhan pabrik akan setop berproduksi, kalau Apindo dan Pemerintah memaksakan. Kami yakin Menteri Tenaga Kerja menggunakan dasar-dasar yang rasional, tidak menggunakan PP Nomor 36 tahun 2021, tapi PP Nomor 78 Tahun 2015 ” pungkasnya.

Pos terkait