Buruh Cium Aroma Persengkongkolan Pemerintah dan Pengusaha dalam Tetapkan Upah

Ketua Exco Partai Buruh Kepri, Alfitoni pada orasi di depan walikota batam mengatakan bahwa Negara lain Menurunkan harga Minyak, Indonesia Malah Sebaliknya – Koranperdjoeangan.com| Photo : Minto

Batam,KPonline – Ratusan buruh di Kota Batam kembali melakukan aksi unjuk rasa di depan Graha Kepri Batam, Rabu (16/11). Aksi ini berbarengan dengan rapat dewan pengupahan propinsi Kepulauan Riau . Dalah aksinya Buruh, menuntut kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Batam pada tahun 2023 sebesar 13 persen.

Ketua Exco Partai buruh Kepri Alfitoni mengatakan kenaikan upah mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 sebagai turunan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja jelas merugikan buruh

Bacaan Lainnya

“Hari ini adalah penentuan Upah Minimum Provinsi Kepri tahun 2023. Dewan Pengupahan Provinsi baik unsur pemerintah, pengusaha dan juga serikat pekerja dan buruh hadir didalamnya. Kenapa mereka hadir? Kita telah mencium aroma ada persengkokolan antara pemerintah dan unsur pengusaha di dalam Dewan Pengupahan Provinsi akan memaksakan kenaikan UMP 2023 berdasarkan PP Nomor 36 tahun 2021,” ujar Orator, Alfitoni.

Pihaknya sangat menyayangkan dewan pengupahan provinsi yang juga menyetujui kenaikan UMP berdasarkan PP Nomor 36 tahun 2021.

Padahal PP tersebut merupakan turunan dari UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 atau Omnimbus Law yang dinyatakan cacat formil oleh Putusan Mahkama Konstitusi.

Padahal aturan ini wajib diperbaiki dalam kurun waktu 2 tahun. Namun hingga hari ini belum ada pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

“Kalau dewan pengupahan provinsi memahami fungsinya kalau hari ini perundingan. Berarti semua unsur mempunyai hak yang sama dalam menyampaikan pendapat. Bukan memaksakan diri berdasarkan PP Nomor 36,” sesalnya.

Alfitoni menilai PP Nomor 36 tahun 2021 tak dapat dijadikan dasar hukum. Seharusnya dewan pengupahan patuh kepada hukum.

Sebagaimana diketahui bersama, UU Cipta Kerja secara formil telah dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat.

Sebagaimana putusan Mahkamah Konstitisi (MK) Nomor 91/PUUXVIII/2020 tanggal 25 November 2021. Sehingga, bertentangan dengan UUD NKRI 1945 dan UU 11/2020 jo PP 36/2022 tidak berlaku mengikat dan tidak dapat menjadi acuan sebagai dasar hukum dalam penentuan kenaikan upah minimum.

Sebab, pengupahan adalah program yang bersifat strategis dan berdampak luas sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 huruf b UU 11 Nomor 2020, dan kembali ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (2) PP 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.

Disebutkan bahwa upah sebagai bagian dari program kebijakan strategis nasional. Sehingga, dengan merujuk kepada amar putusaan Nomor 7 dalam putusan Mahkamah Konstutusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2021, maka wajib hukumnya bagi seluruh penyelenggara negara dalam kedudukan dan jabatan apapun untuk menangguhkan pemberlakuan UU 11 Tahun 2020 jo PP 36 tahun 2022 untuk hal-hal yang bersifat strategis dan berdampak luas.

Pos terkait