Melawan Arogansi Penguasa, Demi Upah Layak Buruh Geruduk Ridwan Kamil

Purwakarta, KPonline – Kelas pekerja atau kaum buruh di Indonesia kini sedang menghadapi ujian yang cukup berat. Selain ditakut-takuti dengan isu pemutusan hubungan kerja (PHK), ancaman pengupahan yang tidak berkeadilan kini mulai menghantui mereka.

Seperti diketahui, setelah terbentuknya regulasi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibuslaw Cipta Kerja), kehadiran aturan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan membuat kenaikan upah bisa dikatakan tidak naik beberapa tahun belakangan ini.

Bacaan Lainnya

Oleh sebab itu, kelas pekerja atau kaum buruh harus bersusah payah meminta kenaikan upah minimum sesuai tuntutan hidup layak dengan cara turun kejalan (Unjuk rasa/ Demontrasi).

Seperti yang terjadi pada hari ini, Rabu (16/11/2022). Kalangan pekerja atau buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi unjuk rasa (Demonstrasi) di Gedung Sate Bandung.

Dalam kesempatan tersebut, buruh (KSPI) meminta kepada Gubernur Jawa barat Ridwan Kamil untuk menaikkan upah minimum 2023 sebesar 13%.

Sampai berita ini diturunkan, aksi masih berlangsung dan apabila keinginan atau tuntutan mereka tidak dipenuhi, aksi unjuk rasa akan terus dilakukan.

“Selama tuntutan kita tidak dipenuhi/ ditanggapi. Besok, lusa ataupun hari-hari selanjutnya akan kita warnai dengan aksi, bahkan kalau perlu kita akan lakukan aksi mogok nasional sampai tuntutan kita dipenuhi,” kata salah satu orator dari atas mobil komando dalam aksi di gedung sate kali ini.

Hadirnya PP 36/2021 tentang Pengupahan yang diterapkan pemerintah dalam menentukan mekanisme kenaikan upah adalah sebuah indikasi arogansinya sikap penguasa yang tidak sepatutnya dilakukan. Kenapa? Karena MK pernah memutuskan bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan Inkonstitusional bersyarat.

Pos terkait