Penguasa Dalam Kendali Oligarki

Purwakarta, KPonline – Apakah Indonesia mampu membendung tumbuh kembangnya kekuasaan oligarki? Sebab kalau tidak, kendali oligarki dapat menyengsarakan buruh dan rakyat pada umumnya.

Kekuasaan oligarki adalah persekutuan kekuatan bisnis besar dan elite politik, dari tingkat nasional sampai lokal, yang secara terpusat mengontrol dan memanfaatkan proses politik demokrasi melalui arena legislatif ataupun eksekutif bagi kepentingan ekonomi-politik sendiri.

Bacaan Lainnya

Tentunya kaum buruh pasti masih ingat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Bukannya menjadi baik dari regulasi sebelumnya, ternyata PP Pengupahan tersebut akan memperkuat politik upah murah. Dimana, isinya menyabot fungsi tripartit daerah sehingga upah diputuskan secara sepihak

Alhasil, paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh rezim Jokow-JK kala itu diduga mengarah kepada kebijakan yang mengeksploitasi dan memiskinkan kaum buruh, namun menguntungkan kaum pemodal. Maka dipastikan paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh rezim Jokowi-JK akan menjadikan kaum buruh menjadi budak bagi para pemodal.

Belum habis sampai disitu. Era Jokowi-Ma’aruf Amin diduga kembali lebih memastikan dukungannya kepada Oligarki, Kemnaker pun berjuang mati-matian menggolkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dirilis lewat proyek Omnibus Law.

Berbagai pasal perlindungan terhadap tenaga kerja dipangkas bahkan dihapuskan dalam UU Ciptker itu.

Buruh pun melawan karena tidak mau kesejahteraanya terdegradasi. Buruh menggugat ke MK dam Judical Review dilakukan.

Alhasil, kaum buruh menang. Namun, kemenangan gugatan kaum buruh di Mahkamah Kontitusi (MK) yang menolak akan Omnibus Law tersebut hanya dianggap dongeng sebelum tidur oleh Rezim saat ini.

Padahal, dalam sidang MK memutuskan bahwa UU Cipta Kerja itu Inskontitusional dan bisa berlaku lagi bila diperbaiki dalam kurun waktu sebelum 2 tahun.

Kalau lebih dari 2 tahun tidak diperbaiki, menjadi inkonstitusional permanen. Bahkan untuk mengawal agar UU itu tidak dijalankan, maka MK memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Bercermin keputusan MK, sangat jelas bahwa penetapan upah buruh yang akan berdampak luas bagi 140 juta orang angkatan kerja tidak boleh dibuat berdasar UU Ciptaker itu melalui turunannya yaitu PP 36/2021.

Namun, legitimasi terjadi. PP 36/2021 yang berinduk pada UU Cipta Kerja yang dinyatakan Inskontitusional oleh MK, bisa diterapkan dan mempersilahkan Gubernur untuk patuh dalam menetapkan upah.

Sulit memang kalau mental sudah tidak lagi jalan beriringan dengan hati nurani. Bertingkah baik, tapi kelakuannya buruk. Saat ini, Penguasa berbicara merakyat adalah Fatamorgana.

Pos terkait